Identitas tiga pelaku B, RM dan BH sudah jelas. Bahkan mereka telah mengakui perbuatannya tapi para pencuri itu kini bebas berkeliaran,
Simalungun|Simantab – Keadilan bagi August Pangaribuan (50) tampaknya hanya sebatas harapan. Enam bulan sudah berlalu sejak ia melaporkan pencurian 200 tabung gas elpiji dan dua mesin genset dari rumahnya di Nagori Manik Raja, Sidamanik, Simalungun, namun laporan itu tak digubris pihak kepolisian.
Identitas tiga pelaku – B, RM dan BH -ambang, Rohandi Musa, dan Bima Hidayat—sudah jelas, bahkan mereka telah mengakui perbuatannya. Namun, alih-alih dijerat hukum, para pencuri itu kini bebas berkeliaran, seolah-olah penegakan hukum di Simalungun bisa dinegosiasikan.
“Laporan saya masuk 6 Maret 2025, sehari setelah kejadian. Tapi sampai sekarang belum ada tindakan berarti. Dua orang pelaku malah sering saya lihat di sekitar Sidamanik,” keluh August, Jumat (5/9/2025).
Mediasi Buntu, Polisi Membisu
Kasus ini bermula pada 5 Maret 2025, saat ratusan tabung gas dan dua mesin genset milik August raib di depan rumahnya yang kemudian disulap menjadi pangkalan gas resmi dari pemerintah. August segera melapor ke Polsek Sidamanik, Polres Simalungun.
Di tengah proses hukum yang lambat, sebuah mediasi digelar pada April 2025 oleh pangulu setempat. Dalam pertemuan itu, ketiga pelaku mengakui pencurian. Namun, mereka hanya bersedia mengganti 50 tabung gas, jauh dari 200 tabung yang hilang.
August menolak tawaran yang dianggap tak adil. Sejak saat itu, kasus seperti dibekukan, tanpa ada tindak lanjut dari kepolisian.
“Kalau hanya 50 tabung, jelas saya tidak terima. Tapi sejak saya menolak, tidak ada lagi tindak lanjut dari polisi,” ujar August.
Saat wartawan Simantab mencoba meminta konfirmasi dari Kapolsek Sidamanik, pesan WhatsApp tak berbalas. Saat didatangi ke kantor, ia tidak berada di tempat.
Sikap diam aparat penegak hukum ini mengundang pertanyaan besar di masyarakat: Apakah hukum baru berjalan jika ada kesepakatan uang?
Pengamat: Hukum Pidana Tak Boleh Diganti Uang
Pakar hukum pidana menilai penanganan kasus ini menunjukkan lemahnya komitmen aparat. Ia menegaskan bahwa mediasi berbasis ganti rugi tidak bisa menggantikan proses hukum pidana.
“Kalau pelaku sudah jelas, sudah mengakui perbuatannya, tapi tidak ditindak tegas, ini bukan sekadar kelalaian. Ini mengindikasikan polisi seakan menunggu ada kesepakatan uang,” ujarnya.
Menurutnya, kasus pidana menyangkut kepentingan publik, bukan sekadar urusan korban dan pelaku.
“Kalau pencuri dibiarkan bebas karena tawaran ganti rugi tak disepakati, maka yang dirusak adalah rasa keadilan publik dan citra polisi di masyarakat,” tegasnya.
Ia menambahkan, polisi memiliki kewajiban mutlak menindaklanjuti setiap laporan masyarakat tanpa pandang bulu.
“Jangan sampai muncul stigma bahwa aparat baru bergerak kalau ada nominal uang ikut bermain. Itu akan merusak legitimasi dan kepercayaan masyarakat pada kepolisian,” katanya.
Masyarakat Sidamanik Resah Akan Rasa Aman yang Tergadai
Kini, rasa aman di Sidamanik terancam. August dan masyarakat lainnya merasa cemas karena para pelaku kejahatan masih bebas berkeliaran.
Ia menuturkan kasus ini menjadi cermin betapa rapuhnya keadilan di daerah, di mana mediasi sering dipaksakan sebagai jalan pintas untuk menghindari proses hukum.
“Selama pelaku bebas, saya tidak merasa aman. Saya hanya berharap hukum benar-benar ditegakkan,” ucap August.
Ia menambahkan, kasus pencurian 200 tabung gas ini bukan sekadar soal kerugian material, tetapi juga soal kepercayaan masyarakat terhadap aparat.
“Jika penegakan hukum harus menunggu kesepakatan uang, di mana letak fungsi polisi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat?” pungkasnya.(Putra Purba)