Jonrismantuah menjelaskan 861 nama yang diajukan termasuk dalam kategori R3 dan R4. Mereka adalah pegawai non-ASN yang sudah mengikuti seleksi PPPK tahun 2024, namun gagal mengisi formasi yang tersedia.
Simalungun|Simantab – Ratusan tenaga honorer di Kabupaten Simalungun akhirnya bisa sedikit bernapas lega. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun telah mengajukan 861 nama pegawai non-ASN ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk diakomodasi melalui skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu. Langkah ini memberi harapan baru bagi mereka yang bertahun-tahun mengabdi tanpa kepastian status.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Simalungun, Jonrismantuah Damanik, menjelaskan bahwa pengajuan ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang pengusulan PPPK Paruh Waktu.
“Saat ini BKPSDM hanya melaporkan siapa saja yang masuk dalam kategori itu. Kami tidak memverifikasi dan tidak memvalidasi, karena pengusulan PPPK Paruh Waktu sudah ditetapkan batas waktunya hingga 20 Agustus 2025,” ujar Jonrismantuah saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (10/9/2029).
Ia menambahkan meskipun pemerintah pusat memperpanjang waktu pengajuan, Pemkab Simalungun bergerak cepat untuk memastikan nama-nama honorer terkirim tepat waktu.
Jalur Khusus Bagi yang Gagal Seleksi
Jonrismantuah menjelaskan 861 nama yang diajukan termasuk dalam kategori R3 dan R4. Mereka adalah pegawai non-ASN yang sudah mengikuti seleksi PPPK tahun 2024, namun gagal mengisi formasi yang tersedia.
“Ini adalah mereka yang sudah ikut seleksi sebelumnya. Melalui jalur PPPK Paruh Waktu, mereka tetap bisa diangkat dengan penyesuaian,” katanya.
Melalui skema ini, para PPPK Paruh Waktu akan menerima upah minimal setara dengan gaji yang mereka terima saat masih berstatus non-ASN. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan MenPANRB.
“Apakah mereka tetap dapat tunjangan? Nanti kalau disetujui dan ada formasi, mereka akan tetap menerima gaji,” jelas Jonrismantuah.
Nasib Honorer yang Diberhentikan
Di sisi lain, kebijakan pemerintah pusat yang menghapus tenaga honorer menimbulkan persoalan tersendiri. Di Simalungun, sebanyak 473 tenaga honorer resmi diberhentikan karena tidak memenuhi kriteria.
Menurut Jonrismantuah, pemberhentian itu bukan keputusan daerah, melainkan konsekuensi dari aturan yang berlaku. “Kami hanya melaksanakan peraturan. Mereka yang dulu diangkat tanpa dasar hukum wajib diberhentikan,” tegasnya.
Ia menambahkan praktik pengangkatan tenaga honorer di masa lalu yang tidak sesuai ketentuan menjadi penyebab utama munculnya masalah ini. “Orang dulu dilarang diangkat, tetap saja diangkat. Sekarang gajinya tidak ditampung lagi di anggaran,” ujarnya.
DPRD Pertanyakan Kekosongan Tenaga
Kebijakan ini ikut mendapat sorotan dari Komisi III DPRD Simalungun. Anggota DPRD, Makmur Damanik, menilai pemberhentian honorer memunculkan kekosongan tenaga di posisi penting di sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan Puskesmas.
Ia menyebut posisi tersebut meliputi sopir, pramusaji, petugas kebersihan, hingga penjaga malam. Kondisi ini dikhawatirkan dapat mengganggu pelayanan publik jika tidak segera diantisipasi.
Makmur meminta Pemkab Simalungun memberikan penjelasan konkret terkait langkah-langkah pengisian kebutuhan tenaga kerja agar pelayanan masyarakat tetap berjalan.
Sementara itu, ia berharap proses pengajuan 861 pegawai PPPK Paruh Waktu di BKN berjalan lancar. “Mereka sudah lama mengabdi. Saat ini mereka menanti kepastian status, sebuah bentuk pengakuan atas pengabdian yang telah diberikan,” tandas Makmur.(Putra Purba)