
Sebanyak 94 pekerja asing di KEK Sei Mangkei dikeluarkan karena tidak memiliki izin RPTKA. Pemkab Simalungun menegaskan pengawasan ketat demi melindungi tenaga kerja lokal.
Simalungun|Simantab – Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Kabupaten Simalungun, mendadak menjadi sorotan awal pekan ini. Sebanyak 94 warga negara asing yang bekerja di PT Bakrie Infrastructure Sei Mangkei (PT BIS) harus dikeluarkan dari lokasi kerja karena tidak memiliki dokumen resmi Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Langkah tegas tersebut dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan melalui tim pengawasan ketenagakerjaan yang turun langsung ke lapangan di Jalan Kelapa Sawit II No. 1, Sei Mangkei, Kecamatan Bosar Maligas.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Simalungun, Riando Purba, menyatakan bahwa pemerintah daerah terus mengawasi secara ketat keberadaan tenaga kerja asing di wilayahnya. Ia menegaskan, pengawasan bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat, tetapi juga kewajiban daerah untuk menjaga keseimbangan kesempatan kerja bagi tenaga lokal.
“Kami selalu berkoordinasi dengan Kementerian Ketenagakerjaan untuk memperbarui data izin tenaga kerja asing. Jika ditemukan ketidaksesuaian antara jumlah yang terdaftar dan yang bekerja di lapangan, kami segera tindak lanjuti bersama Kemnaker,” ujar Riando, Selasa (28/10/2025).
Ia menambahkan, izin kerja hanya diberikan untuk posisi yang belum dapat diisi oleh tenaga lokal. “Apabila pekerjaan tersebut bisa dilakukan oleh masyarakat Simalungun, maka izin untuk tenaga asing tidak diperlukan,” jelasnya.
Disnaker Simalungun juga aktif melakukan pemantauan bersama UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan (Wasnaker) Wilayah III guna memastikan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi penggunaan tenaga kerja asing. Setiap perusahaan wajib memiliki RPTKA yang disahkan Kemnaker sebelum mempekerjakan tenaga asing.
Selain aspek hukum, pengawasan ini juga berdampak ekonomi. Izin resmi tenaga kerja asing berkontribusi terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Jika izin diperpanjang, pemerintah daerah dapat menarik retribusi penggunaan tenaga kerja asing yang menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Namun, Riando menjelaskan bahwa kewenangan retribusi tergantung cakupan usaha. Bila perusahaan beroperasi di Simalungun saja, retribusi dikelola Pemkab Simalungun. Jika mencakup beberapa kabupaten atau provinsi, kewenangan beralih ke pemerintah provinsi atau pusat.
“Itulah sebabnya kami terus mendorong perusahaan agar tertib administrasi. Selain melindungi tenaga kerja lokal, kepatuhan ini juga meningkatkan PAD yang akhirnya kembali ke masyarakat,” ujarnya.
Kepala UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah III Sumatera Utara, Robby Sipayung, menegaskan pihaknya telah meminta PT BIS segera menyelesaikan persoalan izin kerja ke-94 tenaga asing tersebut. Menurutnya, perusahaan kini tengah berkoordinasi dengan Kemnaker untuk melengkapi dokumen sesuai ketentuan hukum.
Robby mengakui kasus ini menarik perhatian publik karena KEK Sei Mangkei merupakan proyek strategis nasional yang menjadi pusat industri hilir kelapa sawit dan karet. Kehadiran tenaga asing di kawasan ini dinilai penting untuk transfer teknologi, namun tetap harus memenuhi aturan.
“Kami tidak menolak tenaga kerja asing, asalkan prosedurnya benar. Justru kami ingin agar tenaga lokal bisa belajar dan mengambil alih posisi strategis di masa depan,” katanya.
Pemerintah Kabupaten Simalungun menegaskan tetap mendukung investasi dan kerja sama internasional, tetapi dengan pengawasan ketat agar tidak merugikan masyarakat lokal. Riando menyebut kasus ini menjadi pengingat bagi seluruh perusahaan agar tidak mengabaikan aspek legalitas dalam mempekerjakan tenaga asing.
“Investasi besar seperti di KEK Sei Mangkei memang membutuhkan tenaga ahli asing, tetapi semua harus melalui jalur resmi. Jika tidak, yang rugi bukan hanya negara, tetapi juga kredibilitas perusahaan,” tandasnya.(Putra Purba)






