Siantar – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut mengungkap Pemerintah Kota dan DPRD Pematangsiantar dalam menyusun anggaran tidak berpihak pada kepentingan masyarakat.
Salah satu indikatornya terlihat masih adanya anggaran perjalanan dinas seperti yang dilakukan anggota DPRD melakukan kunjungan kerja (kunker) di tengah kota tersebut dipaksa menjalankan PPKM Level 4 di masa pandemi.
Irvan Hamdani Hasibuan dari Divisi Advokasi Anggaran Fitra Sumut mengungkap, APBD Kota Pematangsiantar tahun 2021 mencapai Rp 920 miliar lebih. Dimana belanja operasional mencapai Rp 659 miliar atau 71,7 persen dan belanja modal hanya 12,3 persen.
Secara persentase Pemkot dan DPRD Pematangsiantar dalam menyusun anggaran belanja telah melakukan refocusing dalam penyusunannya.
“Tapi sangat disayangkan, anggarannya belum berpihak pada masyarakat Kota Pematangsiantar. Karena anggaran untuk belanja hibah hanya Rp 6,7 miliar atau 0,7 persen dan belanja bansos sebesar Rp 2,1 miliar atau 0,2 persen,” bebernya.
Disebutnya lagi, belanja tidak terduga mencapai Rp 147 miliar atau 16 persen. Ini yang digunakan untuk penanganan Covid-19. Sedangkan untuk belanja barang dan jasa sebesar Rp 236 miliar atau 25,7 persen.
Belanja barang dan jasa ini ujarnya, termasuk di dalamnya belanja perjalanan dinas DPRD. Dari persentase ini bisa dipahami bahwa DPRD lebih mementingkan kebutuhan mereka dari pada persoalan yang dihadapi masyarakatnya.
Dia mengingatkan bahwa Menteri Keuangan sudah menjelaskan bahwa belanja yang berpotensi untuk direfocusing adalah belanja honorarium, perjalanan dinas, paket meeting, belanja jasa, bantuan pembangunan gedung, dan pengadaan kendaraan.
“Nah kunker DPRD ini salah satu dari perjalanan dinas. Makanya kita sangat menyayangkan yang dilakukan DPRD Kota Pematangsiantar ini. Apa urgensinya melakukan kunker ini, siapa yang mau mereka jumpai di Aceh sana dalam kondisi PPKM,” tukasnya.
Mestinya DPRD Kota Pematangsiantar, tambah Irvan, lebih fokus pada hasil audit BPK terhadap realisasi APBD TA 2020, dimana pada proses pengadaan barang dan jasa bidang kesehatan, sosial dan bidang penanganan dampak Covid-19 banyak penyimpangan. Bukan malah melakukan kunker yang kurang jelas manfaatnya.
Jadi kalau menurutku sih sebaiknya DPRD terlebih dahulu mendengar apa yang sedang dialami rakyatnya, setelah itu mereka mencari jalan keluar untuk permasalahan itu
Dia mengungkap sejumlah penyimpangan temuan BPK, yakni di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), kekurangan volume pekerjaan pembangunan jalan menuju pekuburan Mr X di Jalan Gurilla Utara sebesar Rp 14.223.633.
Kekurangan volume pekerjaan pembangunan jalan menuju pekuburan Mr X di Jalan Vihara sebesar Rp 29.261.352, dan proyek di RSUD dr Djasamen Saragih berupa kekurangan volume pekerjaan rehabilitasi berat ruang rawat inap gedung R.14 sebesar Rp 11.830.000, dan kekurangan volume pekerjaan rehabilitasi berat ruang rawat inap gedung Rosella sebesar Rp 12.655.000.
GMNI: Dengar Aspirasi Rakyat, Bukan Kunker
Diketahui bahwa anggota DPRD Kota Pematangsiantar melakukan kunker ke Kabupaten Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, di tengah penerapan PPKM Level 4.
Anggota DPRD Immanuel Lingga atau akrab disebut Noel Lingga, mengakui pihaknya sedang melakukan kunker ke Aceh Tenggara.
Sebanyak enam anggota dan pimpinan Komisi III DPRD Pematangsiantar melakukan studi terkait penanganan bencana oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tenggara, yang dia sebut cukup baik.
“Kami membahas luas lahan rawan bencana, apa bagaimana mitigasi bencana yang mereka lakukan. Mengenai penanganan Covid-19, sistem vaksinasi mereka bagaimana. Dan ternyata data mereka lengkap. Dari 26 persen vaksin yang datang, yang sudah dilakukan vaksinasi 93 persen. Dan semua itu dilakukan melalui puskesmas setempat. Di perbatasan juga mereka mengadakan swab dan vaksin bagi yang sangat-sangat urgen membutuhkan,” papar anggota DPRD dari Fraksi PDIP itu, Kamis, 26 Agustus 2021 malam.
Menanggapi kunker DPRD ini, Ketua GMNI Pematangsiantar Hexa Hutapea menilai tidak tepat DPRD kunker di saat kota ini sedang memberlakukan PPKM Level 4.
“Kalau menurutku kurang tepat ketika DPRD kunker pada saat kota ini sedang melaksanakan PPMK Level 4, pada saat semua masyarakat menjerit karena perekonomian yang lagi anjlok,” kata Hexa.
Dia memberi contoh, para pedagang Pasar Horas paling terkena imbas PPKM Level 4. Semua akses menuju pasar tersebut ditutup dan bahkan mereka dipersilakan berjualan tetapi gerbang menuju pasar ditutup.
“Nah seharusnya DPRD yang dikatakan wakil rakyat berada di garda terdepan dalam mendengar aspirasi masyarakat dan mencari jalan keluar untuk permasalahan yang sedang dialami rakyat. Bukan malah kunker dengan alasan belajar tentang penanganan bencana di luar kota,” tegasnya.
Hexa menyebut, jika saja anggaran kunker dipakai untuk memberi bantuan kepada masyarakat yang terdampak terhadap PPKM Level 4 pasti masyarakat cukup terbantu.
“Jadi kalau menurutku sih sebaiknya DPRD terlebih dahulu mendengar apa yang sedang dialami rakyatnya, setelah itu mereka mencari jalan keluar untuk permasalahan itu,” tukasnya.[]