Jakarta – Profesor Zubairi Djoerban menyoroti soal penggunaan Vitamin D di masa pandemi Covid-19 menyusul adanya dokter yang keracunan akibat mengkonsumsi vitamin tersebut secara berlebihan.
Terungkap dalam cuitannya di Twitter, Selasa, 17 Agustus 2021. Lewat akun @ProfesorZubairi, dia mengatakan, pada dasarnya vitamin D itu penting.
“Tapi asupan vitamin D yang sangat tinggi bisa berbahaya. Dus, belum ada bukti ilmiah yang kuat kalau suplemen vitamin D itu bermanfaat mencegah atau mengobati Covid-19. Jadi, jangan kampanye yang berlebihan sebelum ada bukti,” tulis dokter spesialis penyakit dalam tersebut.
Zubairi kemudian mengingatkan dia sudah pernah mengulas soal isu ini. “Tapi, karena ada seorang dokter yang keracunan akibat vitamin D berlebihan, rasanya saya perlu menyampaikannya kembali, imbuhnya.
Dia menyebut, tidak meminggirkan fakta apa yang pernah disampaikan oleh World Health Oragnization (WHO) bahwa rata-rata kadar vitamin D penduduk Indonesia cukup rendah, yakni 17,2. Padahal, kadar normal vitamin D dalam tubuh itu antara 30 hingga 60 nanogram per mililiter.
“Tapi, bukan berarti tiap hari kita harus konsumsi suplemen vitamin D. Tetaplah konsumsi sesuai kebutuhan. Jumlah vitamin D harian yang direkomendasikan adalah 400 IU untuk anak hingga usia 1 tahun, 600 IU untuk usia 1–70 tahun, dan 800 IU untuk usia 70 ke atas,” terang Ketua Dewan Pertimbangan IDI itu.
Dikatakan, kalau tes kadar vitamin D yang dilakukan dengan tes darah normal, tidak perlu lagi mengonsumsi suplemen. Sebab, “calon vitamin D” itu sebenarnya sudah ada di bawah kulit orang Indonesia, yang mendapat sinar matahari cukup sepanjang tahun.
“Sehingga, kalau tubuh kita terpapar sinar matahari sedikit saja, maka hal itu sudah mencukupi kebutuhan vitamin D. Maka, sekali lagi. Tidak perlu suplemen yang berlebihan. Ya, namanya suplemen, kan sebetulnya tidak diperlukan. Bisa juga didapat dari susu atau kuning telur,” tukasnya.
Yang perlu digarisbawahi kata profesor ini, menghindari mengkonsumsi suplemen vitamin D dosis tinggi. Apalagi melebihi 4 ribu IU per hari.
“Itu berbahaya, yang akan menyebabkan gangguan kesehatan. Bahkan dalam jangka panjang bisa banget merusak ginjal,” tandasnya. []