Persoalan retribusi parkir ini bukan hanya sekadar angka, melainkan cerminan dari inefisiensi dan potensi kebocoran yang merugikan keuangan daerah.
Pematangsiantar|Simantab – Kota Pematangsiantar sedang dihadapkan pada persoalan serius terkait pengelolaan retribusi parkir. Tunggakan retribusi juru parkir (jukir) yang membengkak hingga Rp1,3 miliar di tahun 2024 menjadi alarm keras. Mengindikasikan adanya celah besar permasalahan dalam sistem pengumpulan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Persoalan ini bukan hanya sekadar angka, melainkan cerminan dari inefisiensi dan potensi kebocoran yang merugikan keuangan daerah.
Menurut Kepala Seksi Terminal, Parkir dan Perlengkapan Jalan (TPPJ) Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pematangsiantar, Muhammad Sofiyan Harianja, realisasi PAD dari sektor parkir sangat jauh dari harapan.
Dengan target Rp17 miliar di tahun 2024, Dishub hanya mampu merealisasikan Rp8,45 miliar, atau kurang dari 50%.
“Angka ini memang sedikit naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp7 miliar, namun tetap menguak fakta, bahwa target yang ditetapkan tidak pernah tercapai,” ungkapnya saat dikonfirmasi, Rabu (21/05/2025).
Ironisnya, Dishub mengaku tak memiliki kekuatan hukum untuk menagih hutang para jukir.
Ia juga menerangkan, setoran retribusi parkir dilakukan langsung oleh jukir ke Badan Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKP) melalui bank, bukan melalui Dishub.
“Kami hanya sekedar kasih surat peringatan, sebagai bentuk teguran, hanya sampai situ saja. Jika tidak dilunasi, juru parkirnya akan kami ganti,” jelas Sofiyan.
Sistem yang terpisah ini, menurut Sofiyan, menjadi titik lemah, karena tunggakan yang tak terbayar dianggap hangus.
“Ya seperti itulah kondisinya. Mereka (juru parkir) tidak bisa dipidanakan, kalau memang berniat melunasi ya silakan,” ungkapnya.
Sofiyan secara blak-blakan menyebut, target PAD dari parkir sebesar Rp17 miliar adalah angka yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Dishub telah berulang kali melayangkan surat kepada pimpinan DPRD dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk meminta penurunan target menjadi sekitar Rp10 miliar, yang dinilai lebih realistis. Namun, permohonan tersebut tak kunjung dikabulkan.
Ia pun mempertanyakan metode kajian yang digunakan oleh konsultan yang ditunjuk Bappeda dalam menetapkan target.
Menurutnya, konsultan hanya mengambil data parkir pada hari Jumat hingga Minggu yang cenderung ramai, tanpa mempertimbangkan kondisi parkir di hari-hari kerja yang jauh lebih sepi.
“Mereka gak melihat hari Senin sampai Kamis, bagaimana sunyi parkir itu,” kritik Sofiyan.
Bahkan, upaya Dishub untuk menaikkan tarif retribusi parkir dan setoran dari jukir sempat ditolak, menunjukkan kompleksitas dalam mencari solusi.
Potensi Korupsi Berjemaah dan Kebutuhan Pansus
Wacana penyerahan pengelolaan parkir ke pihak ketiga mencuat sebagai salah satu solusi yang dipertimbangkan. Sofiyan menjelaskan, jika rencana ini disetujui, Dishub akan menyiapkan analisis kerjanya.
Dari data Dishub, Pematangsiantar memiliki 210 titik parkir siang dan 55 titik parkir malam. Bahkan di bulan Januari 2025 saja, retribusi yang diterima senilai Rp530 juta masih diiringi tunggakan sebesar Rp200 juta.
Melihat kompleksitas masalah, Anggota Komisi III DPRD Kota Pematangsiantar, Ramses W Manurung, justru mengungkapkan masalah ini lebih dalam. Ia menolak alasan yang disampaikan Dishub dan secara tegas mengindikasikan adanya kebocoran yang disengaja.
Ramses berpendapat, dengan adanya kenaikan tarif parkir sepeda motor dari Rp1.000 menjadi Rp2.000 dan mobil dari Rp2.000 menjadi Rp3.000, seharusnya PAD parkir mengalami peningkatan signifikan.
Ia menilai pengelolaan parkir oleh Dishub tidak optimal, cenderung amburadul, dan bahkan berpotensi menjadi “ladang korupsi berjamaah”. Kurangnya pengawasan terhadap jukir ditudingnya sebagai celah bagi praktik kecurangan.
“Yang saya lihat, ini ada kebocoran yang disengaja. Tolonglah diawasi betul ini. Karena tidak boleh kita biarkan begini terus,” desaknya.
Politisi asal Partai Amanat Nasional (PAN) ini mendesak agar DPRD segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelidiki permasalahan parkir.
Ia yakin, kerja pansus akan membuka tabir masalah dan menjadi dasar bagi perbaikan sistem pemungutan retribusi parkir di masa depan.
“Harusnya disegerakan (pembentukan Pansus), biar semua terbuka apa sebenarnya yang menjadi masalah minimnya PAD dari parkir sebelum kita bicarakan pihak ketiga,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya pengelolaan retribusi parkir yang profesional dan transparan, sesuai dengan berbagai undang-undang dan peraturan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan Permendagri Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.
“Semestinya pengelolaan parkir sudah masuk ke sistem tenderisasi yang transparan dan kompetitif, sesuai prinsip tata kelola pemerintahan yang baik,” kata Ramses.(putra purba)