Surat penetapan tersangka ditandatangani oleh Kepala Subdit I Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Arief Vidy, pada Senin, 7 Juli 2025. Dahlan, yang menjabat Menteri BUMN pada 2011–2014, dikenai pasal berlapis.
Surabaya|Simantab – Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur. Penetapan ini terkait dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan penggelapan yang diduga terjadi dalam lingkup perusahaan yang pernah ia pimpin.
Surat penetapan tersangka ditandatangani oleh Kepala Subdit I Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Arief Vidy, pada Senin, 7 Juli 2025. Dahlan, yang menjabat Menteri BUMN pada 2011–2014, dikenai pasal berlapis, antara lain Pasal 263 KUHP (pemalsuan surat), Pasal 374 KUHP jo Pasal 372 KUHP (penggelapan dalam jabatan), serta Pasal 55 KUHP (turut serta melakukan tindak pidana).
Penetapan status hukum Dahlan Iskan merupakan tindak lanjut dari laporan Rudy Ahmad Syafei Harahap yang diterima pada 13 September 2024 dengan nomor LP/B/546/IX/2024/SPKT/Polda Jatim. Selanjutnya, penyidik menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 10 Januari 2025.
Selain Dahlan, mantan Direktur Jawa Pos, Nany Wijaya, juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. Keduanya akan dipanggil untuk pemeriksaan lanjutan, termasuk penyitaan sejumlah dokumen penting sebagai barang bukti. Hingga berita ini dirilis, pihak Polda Jatim belum memberikan keterangan resmi.
Jeratan Kasus PLTU: Jejak Bisnis Energi Dahlan yang Kian Kusut
Penetapan Dahlan Iskan sebagai tersangka memperpanjang daftar persoalan hukum yang membelitnya. Berdasarkan laporan Majalah Tempo edisi 15 September 2024, Dahlan terlibat dalam polemik keuangan di perusahaan konsorsium energi miliknya, PT Cahaya Fajar, yang menjadi pengembang PLTU Embalut di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Perusahaan ini didirikan bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui PT Ketenagalistrikan Kaltim. Jawa Pos juga tercatat sebagai salah satu pemegang saham. Namun, proyek tersebut terguncang akibat penundaan pembayaran utang (PKPU) yang menyebabkan macetnya distribusi dividen kepada pemerintah daerah.
Tak hanya itu, anak usaha Jawa Pos lainnya, PT Indonesia Energi Dinamik yang mengelola PLTU Berau, juga mengalami kerugian besar. Audit internal mencatat kerugian mencapai Rp 400 miliar pada 2021 dan melonjak menjadi Rp 800 miliar pada 2022.
Perusahaan ini kemudian digugat oleh PT Graha Buana Etam karena gagal membayar utang sebesar Rp 86,9 miliar, ditambah bunga keterlambatan sebesar Rp 10 miliar. Gugatan PKPU pun dilayangkan, dan dalam prosesnya terendus dugaan manipulasi piutang.
Mantan Direktur Jawa Pos Divonis, Aset Diduga Digelapkan
Sebelumnya, kasus ini telah menjerat mantan Direktur Utama PT Duta Manuntung, Zainal Muttaqin, yang juga berkaitan dengan grup usaha Dahlan. Ia divonis 1,5 tahun penjara atas penggelapan aset lahan seluas 3,7 hektare milik Jawa Pos serta sejumlah transaksi keuangan mencurigakan.
Dua hari sebelum vonis itu dijatuhkan, Zainal kembali dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan penggelapan saat menjabat Direktur PT Indonesia Energi Dinamik. Dugaan praktik pencucian uang juga mencuat dalam laporan yang diajukan oleh Rudy Harahap, Wakil Direktur Human Capital and Corporate Affairs Jawa Pos Grup.
Arah Kasus ke Pencucian Uang?
Laporan yang kini menjerat Dahlan juga mencantumkan Pasal dugaan pencucian uang, memperkuat spekulasi bahwa kasus ini bisa berkembang lebih luas. Surat perintah penyidikan pun telah mengarah pada pendalaman aliran dana dan keterlibatan pihak-pihak lain di internal grup usaha tersebut.
Publik kini menanti transparansi penuh dari aparat penegak hukum untuk mengungkap siapa saja yang turut serta dalam skema ini, dan bagaimana dana miliaran rupiah bisa disalahgunakan hingga memicu kerugian negara dan pemegang saham.(*)