Salah satu penyebab utama kondisi ini adalah menurunnya daya beli masyarakat. Masyarakat kini lebih memilih berbelanja di kampung-kampung, yang berdampak pada sepinya aktivitas di pasar tradisional.
Simalungun|Simantab.com – Realisasi pendapatan dari retribusi pasar dan sampah di Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, hingga tahun 2024 masih jauh dari target yang ditetapkan. Kondisi ini menjadi tantangan serius bagi pemerintah kecamatan, terlebih target untuk tahun 2025 justru dinaikkan.
Camat Tanah Jawa, Maryaman Samosir, beralasan bahwa salah satu penyebab utama kondisi ini adalah menurunnya daya beli masyarakat. Menurut dia, masyarakat kini lebih memilih berbelanja di kampung-kampung, yang berdampak pada sepinya aktivitas di pasar tradisional.
“Jualan di pasar sudah tidak selaris dulu. Sekarang semua orang lebih suka berbelanja di kampung. Jangankan barang-barang, baju pun orang sudah tidak pernah lagi ke kota,” ujar Maryaman saat dikonfirmasi, Senin (4/8/2025).
Maryaman merinci, hingga tahun 2024, realisasi retribusi di Kecamatan Tanah Jawa menunjukkan angka yang mengkhawatirkan:
-
Retribusi pasar hanya mencapai Rp 31.667.500 dari target Rp 34.177.500.
-
Retribusi sampah terkumpul Rp 31.300.000 dari target Rp 39.138.750.
Total realisasi dari kedua sektor ini mencapai Rp 62.967.500. Namun, di tengah kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Simalungun justru menaikkan target untuk tahun 2025 menjadi sekitar Rp 65.000.000.
Maryaman juga mengakui adanya kendala dalam sistem penagihan. Ia menyebut pedagang kerap hanya membayar retribusi sampah sebesar Rp 2.500, bukan retribusi pasar yang semestinya sebesar Rp 15.000 untuk kategori toko. Kondisi ini, menurut dia, tidak sesuai dengan aturan dan berdampak signifikan pada pendapatan daerah.
Untuk mengatasi masalah ini, ia telah menginstruksikan jajarannya di tingkat kecamatan agar lebih giat melakukan penagihan kepada pemilik toko. Langkah tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah secara signifikan.
Ke mana Anggaran Operasional Truk Sampah?
Pertanyaan lain yang muncul adalah, mengapa tumpukan sampah di bak penampungan tidak pernah diangkut meskipun ada anggaran untuk operasional truk sampah?
Maryaman menjelaskan, meskipun terdapat anggaran Ganti Uang Persediaan (GU) untuk operasional truk sampah, pencairannya tidak selalu cepat.
“Dana itu biasanya dicairkan berdasarkan laporan pertanggungjawaban yang harus diproses melalui prosedur keuangan yang ketat. Proses administrasi ini sering kali memakan waktu, sehingga menyebabkan keterlambatan dalam operasional pengangkutan sampah,” kata Maryaman.
Dugaan Bangunan Liar dan Penjelasan Camat
Dalam liputan ini, terungkap adanya dugaan pembangunan bangunan liar di atas lahan pasar yang merupakan aset milik Pemerintah Kabupaten Simalungun. Bangunan tersebut diduga didirikan oleh Kasi Ekonomi Pembangunan (Ekbang) Kecamatan Tanah Jawa, Sarti Manik.
Maryaman membantah dugaan tersebut. Ia menjelaskan bahwa bangunan itu didirikan atas instruksinya dan bukan untuk kepentingan pribadi.
“Bangunan itu adalah tempat penyimpanan alat-alat pengangkut sampah, seperti beko dan keranjang sampah. Itu atas instruksi saya,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, tim liputan belum berhasil mendapatkan klarifikasi dari Sarti Manik.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Simalungun, Rinton Damanik, juga mengaku tidak mengetahui adanya pembangunan tersebut.
Rinton menjelaskan, penetapan target retribusi yang dinaikkan setiap tahun merupakan hal yang wajar.
“Tentu ada target-target yang harus kita capai, supaya mereka (kecamatan) lebih bekerja melihat potensi-potensi. Kita harus kerja sama-sama,” ujarnya.
Menurut Rinton, kenaikan target tiap tahun merupakan strategi untuk memacu kinerja dan menggali potensi pendapatan daerah secara maksimal.
“Setiap tahun kami kirimkan target ke 32 kecamatan. Itu berdasarkan potensi yang kami lihat. Kalau BPKAD itu fungsinya memicu. Kami harus menaikkan target karena ada target-target yang harus dicapai. Supaya mereka lebih giat bekerja, menggali potensi-potensi,” lanjutnya.
Ia menegaskan, kenaikan target tersebut merupakan dorongan agar seluruh jajaran kecamatan tidak berpuas diri. Harapannya, dengan target yang menantang, semua pihak dapat bekerja lebih optimal untuk meningkatkan pendapatan daerah.
“Dengan kata lain, kenaikan target ini adalah cerminan dari keyakinan pemerintah kabupaten terhadap potensi ekonomi yang ada, meski daya beli masyarakat sedang menurun,” pungkas Rinton.