Di Hadapan Menteri Sofyan Djalil, Gubernur Edy Sebut Pembangunan Bendungan di Sumut Tak Jalan karena Masalah Tanah

Simantab, Medan – Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi menyebutkan, proses pembangunan bendungan di Sumut tak berjalan maksimal karena masalah tanah.

Hal tersebut disampaikan Edy kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (Menteri ATR/Kepala BPN) Sofyan A Djalil saat penyerahan sertifikat tanah untuk rakyat Provinsi Sumut di Aula Tengku Rizal Nurdin di rumah dinas gubernur di Medan, Selasa (28/12/2021).

Edy mengakui, konflik tanah di Sumut masih cukup tinggi. Hal itu pula yang menyebabkan pembangunan bendungan di Sumut mandek.

Dari tujuh bendungan yang direncanakan pemerintah pusat, baru satu yang terealisasi, yaitu Bendungan Lau Simeme di Deli Serdang. 

“Ada enam bendungan lagi yang saat ini tidak bisa dilaksanakan, terkendala persoalan tanah, begitu sulitnya mengurus tanah di Sumut,” kata Edy.

Edy membandingkan, daerah-daerah lain yang memiliki lebih banyak bendungan ketimbang Sumut. Seperti Jawa Barat memiliki 11 bendungan, Jawa Timur 18 bendungan, dan terbanyak di Jawa Tengah dengan 26 bendungan.

“Memang bendungan ini sangat bermanfaat, bisa mengairi jutaan hektare pertanian, bisa mencegah banjir, bisa menjadi tempat rekreasi dan bisa memenuhi kebutuhan air bersih, banyak manfaat dari bendungan itu,” katanya.

Edy mengharapkan pembangunan bendungan di Kabupaten Karo dan Asahan bisa dimulai tahun 2022. Sehingga dapat mengairi banyak lahan pertanian di Tanah Karo dan Asahan. Juga untuk mengantisipasi banjir.

Merespons Gubernur, Menteri Sofyan Djalil siap membantu apa yang dibutuhkan terkait pembangunan bendungan. Sofyan juga sepakat bahwa Sumut memiliki potensi yang besar untuk dibangun waduk.

“Saya sangat concern dengan waduk yang tidak bisa terbangun karena persoalan tanah, sebenarnya kalau kita komitmen bekerja bersama, tidak ada hal yang tidak bisa, kami siap apa saja yang bapak perintahkan,” kata Menteri.

Namun Ia akan menyeuaikan dana yang tersedia terlebih dahulu. Jika memadai, akan langsung diproses. “Kadang-kadang ada dana yang disediakan dari LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara), sekarang kita cek dulu ada dananya nggak, kalau kita sudah negosiasi dengan masyarakat kemudian uangnya gak keluar itu justru lebih buruk dampaknya,” ucapnya.

Menteri memaparkan, semasa Presiden Joko Widodo baru menjabat, Indonesia hanya memiliki 50-an waduk. Lebih sedikit dari Malaysia yang sudah memiliki 200-an waduk. “Waktu Pak Jokowi masuk, salah satu programnya adalah memperbanyak waduk, karena dengan waduk ini banyak sekali manfaat yang bisa kita peroleh, kalau Pak Menteri PUPR komit membikin waduk, kita akan optimal bekerja, Insya Allah bisa kita selesaikan masalah ini,” katanya. 

Iklan RS Efarina