
Dua ASN di Dinas Pendidikan Pematangsiantar memprotes mutasi mendadak tanpa uji kompetensi. BKPSDM mengklaim sesuai aturan, sementara pengamat menilai ada kekosongan transisi regulasi.
Pematangsiantar|Simantab – Polemik mutasi pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Pematangsiantar kembali mencuat. Dua Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Pendidikan, Simon Tarigan dan Suhendri Ginting, memprotes keputusan Wali Kota Pematangsiantar, Wesly Silalahi, yang memindahkan mereka dari jabatan struktural ke jabatan fungsional guru tanpa melalui mekanisme uji kompetensi sebagaimana diatur dalam Permenpan RB Nomor 21 Tahun 2024.
Simon, yang sebelumnya menjabat Sekretaris Dinas Pendidikan, kini ditempatkan sebagai guru olahraga di SMP Negeri 1 Pematangsiantar. Ia menilai mutasi tersebut bukan rotasi biasa, melainkan penurunan jabatan yang berpengaruh terhadap kesejahteraan dan kariernya.
“Saya tidak pernah mengikuti uji kompetensi sebelum dipindahkan. Padahal aturan baru mewajibkan itu,” ujar Simon, Senin (10/11/2025).
Ia juga menyoroti kejanggalan administrasi karena surat keputusan mutasinya terbit hanya dalam dua hari melalui aplikasi IMut BKN, padahal standar operasional normal lima hari kerja. “Saya tidak tahu kapan TPK rapat dan menilai saya,” katanya.
Simon menyebut proses mutasi terkesan dipaksakan dan tidak transparan. Ia mengetahui kabar mutasi bukan dari surat resmi, melainkan dari pesan singkat pegawai Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM). “Cara seperti itu mencederai prosedur birokrasi yang seharusnya tertib dan transparan,” ujarnya.
BKPSDM Klaim Sesuai Ketentuan
Menanggapi hal itu, Kepala BKPSDM Kota Pematangsiantar, Timbul Simanjuntak, menyatakan mutasi telah sesuai aturan. Menurutnya, keputusan wali kota didasarkan pada rekomendasi TPK dan telah memperoleh Persetujuan Teknis (Pertek) dari BKN.
“Kalau tidak sesuai ketentuan, Pertek itu tidak akan terbit,” ujarnya usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPRD, Senin (10/11/2025).
Ia menambahkan, ASN yang pernah menjadi guru tidak diwajibkan mengikuti uji kompetensi saat kembali ke jabatan fungsional. Namun, Simon menilai pernyataan tersebut mengacu pada aturan lama, sedangkan Permenpan RB Nomor 21 Tahun 2024 mensyaratkan uji kompetensi bagi seluruh ASN yang dimutasi ke jabatan fungsional guru.
Pengamat: Ada Kekosongan Transisi Regulasi
Pengamat pemerintahan dari Universitas Sumatera Utara, Yurial Arief Lubis, menilai polemik ini timbul akibat kekosongan transisi regulasi dan lemahnya komunikasi antara pemerintah daerah dengan lembaga kepegawaian pusat.
“Masalahnya bukan sekadar siapa yang benar atau salah, tetapi bagaimana regulasi baru sering kali tidak disosialisasikan dengan baik ke daerah,” ujarnya, Selasa (11/11/2025).
Menurut Yurial, mutasi yang berlangsung terlalu cepat perlu ditelusuri lebih dalam. “Yang dipertanyakan bukan kecepatannya, melainkan transparansinya. Apakah tahapan dari rekomendasi TPK hingga verifikasi BKN sudah benar dijalankan?” katanya.
Ia menyarankan agar dilakukan audit administratif terhadap seluruh mutasi Oktober 2025 untuk memastikan kesesuaiannya dengan peraturan yang berlaku. Jika ditemukan pelanggaran, ASN yang terdampak berhak dipulihkan jabatannya dan memperoleh hak finansial yang tertunda.
“Langkah ini penting agar publik tahu apakah percepatan mutasi hasil kesiapan sistem atau justru ada intervensi tertentu di baliknya,” ujarnya menegaskan.
Komisi I DPRD Pematangsiantar berencana memanggil TPK dalam RDP lanjutan pada 13 November 2025 untuk mengklarifikasi dasar hukum mutasi tersebut. Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen reformasi birokrasi di tingkat daerah (antara kepatuhan terhadap aturan dan praktik kekuasaan yang sering kali tak sejalan).(Putra Purba)






