Kasus pencurian di Simalungun makin marak, dari tabung gas hingga hasil pertanian. Warga resah dan menilai lemahnya peran pemerintah nagori dalam menjaga keamanan.
Simalungun|Simantab – Aksi pencurian yang semakin sering terjadi di sejumlah wilayah Kabupaten Simalungun membuat warga hidup dalam kecemasan. Kasus terbaru menimpa warung milik warga di Jalan Anjangsana, Nagori Karang Rejo, yang disatroni kawanan maling pada Jumat (24/10/2025) dini hari.
Para pelaku menggasak 70 tabung gas elpiji ukuran 3 kilogram dan bahan bakar Pertalite, meninggalkan kerugian besar serta rasa takut yang belum reda.
Korban, Mengatur Silalahi, menuturkan bahwa aksi tersebut berlangsung cepat dan terencana. Berdasarkan rekaman CCTV, terlihat mobil pikap Grandmax hitam berhenti di depan warung sekitar pukul 02.30 WIB. Salah satu pelaku memotong gembok dengan tang besar, sementara dua lainnya mengawasi situasi di sekitar lokasi.
“Ini sudah dua kali warung saya dibobol. Dulu juga tabung gas yang diambil, tapi sampai sekarang pelakunya belum tertangkap. Kami jadi takut kalau malam, apalagi rumah dekat jalan besar,” ujarnya, Sabtu (25/10/2025).
Sejak kejadian itu, ia menutup warung lebih cepat. “Biasanya buka sampai jam 11 malam, tapi sekarang jam 8 sudah tutup. Istri takut sendirian. Saya sempat tidur di warung seminggu penuh, cuma biar tenang sedikit,” katanya.
Kapolsek Bangun, AKP Radiaman Simarmata, menyatakan penyelidikan kasus masih berlangsung.
“Laporan sudah diterima dan kami sedang memeriksa rekaman CCTV untuk mengidentifikasi pelaku,” ujarnya, Senin (27/10/2025). Ia juga mengimbau warga untuk meningkatkan kewaspadaan dan melapor ke Bhabinkamtibmas jika rumah ditinggalkan.
Namun, kasus Karang Rejo bukan satu-satunya. Di Nagori Siborna, Kecamatan Panei, pencurian juga marak, mulai dari ternak hingga hasil pertanian.
“Sekarang bukan cuma ayam dan bebek, jagung di ladang pun dicuri. Kadang tabung gas, pisang, bahkan alat pertanian warga hilang. Kami sudah sering melapor, tapi belum ada tindakan nyata,” ujar R. Silitonga (47), warga setempat, Sabtu (25/10/2025).
Ia menilai lemahnya patroli dan kurangnya perhatian pemerintah nagori membuat warga merasa tidak aman.
“Ronda malam jarang, patroli hampir tidak ada. Wajar kalau masyarakat mulai tidak percaya lagi,” tambahnya.
Kasi Humas Polres Simalungun, AKP Verry Purba, menjelaskan bahwa meski secara umum tindak pidana menurun, kasus pencurian rumah dan hasil pertanian justru meningkat di beberapa wilayah.
“Pada 2024 terjadi 1.888 kasus, turun dari 1.932 pada 2023, dengan tingkat penyelesaian 65 persen. Polsek Perdagangan, Bangun, dan Tanah Jawa mencatat angka tertinggi,” ujarnya.
Ia mengakui keterbatasan personel dan sarana pemantauan menjadi tantangan di lapangan.
Fenomena meningkatnya pencurian ini mendapat perhatian pengamat pemerintahan dari Universitas Sumatera Utara, Yurial Arief Lubis. Ia menilai maraknya kriminalitas menunjukkan menurunnya kapasitas pemerintahan nagori dan kecamatan dalam menjamin rasa aman warga.
“Ini bukan sekadar soal kriminalitas, tapi tanda absennya fungsi negara di tingkat paling bawah. Ketika kepala desa dan aparat tidak bersinergi, ruang sosial jadi longgar dan kejahatan tumbuh,” ujarnya, Senin (25/10/2025).
Menurutnya, pemerintah daerah perlu memperkuat sistem keamanan berbasis masyarakat, seperti mengaktifkan kembali forum keamanan lingkungan yang melibatkan aparat desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, dan tokoh masyarakat.
“Polisi tidak bisa mengawasi semua wilayah. Tapi jika pemerintah nagori mampu membangun sistem gotong royong keamanan, pencegahan akan lebih efektif,” katanya.
Yurial juga menyoroti faktor ekonomi dan sosial yang memicu kejahatan kecil di desa. “Sebagian pelaku terdorong tekanan ekonomi. Harga kebutuhan naik, hasil pertanian tak menentu, lapangan kerja sempit. Kondisi ini menciptakan kerentanan sosial,” jelasnya.
Ia menegaskan, menjaga rasa aman adalah indikator keberhasilan pemerintahan nagori. “Kalau masyarakat merasa tidak aman, berarti fungsi negara gagal hadir di tengah warga. Pemerintah harus memandang keamanan sebagai bagian dari pelayanan publik,” pungkasnya.
Kini, baik warga Karang Rejo maupun Siborna berharap pemerintah dan aparat tak menunggu kasus besar untuk bergerak. Rasa aman yang dulu dianggap biasa kini menjadi kebutuhan mendesak di pedesaan Simalungun.
“Kami tidak butuh janji, kami hanya ingin tenang di kampung sendiri,” ucap Mengatur pelan.(Putra Purba)







