Melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A), pemerintah melibatkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan instansi terkait dalam upaya pengendalian gepeng.
Pematangsiantar|Simantab – Pemerintah Kota Pematangsiantar kembali menggiatkan razia gelandangan dan pengemis (gepeng) yang dianggap mengganggu ketertiban umum. Namun, di balik penertiban itu, muncul pertanyaan: apakah solusi yang ditawarkan cukup menyentuh akar persoalan?
Melalui Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A), pemerintah melibatkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan instansi terkait dalam upaya pengendalian gepeng. Plt Kepala Dinsos P3A, Risbon Sinaga, menekankan bahwa penertiban merupakan bagian dari tugas pokok mereka.
“Kita coba koordinasikan lebih lanjut dengan OPD dan pihak terkait,” ujarnya, Rabu (25/06/2025).
Edukasi dan Koordinasi Jadi Fokus
Menurut Risbon, pendekatan yang dilakukan tak hanya bersifat represif. Edukasi masyarakat juga akan digalakkan, terutama imbauan agar tidak memberikan uang kepada gepeng di jalan, yang dinilai justru memperpanjang siklus ketergantungan.
Dinsos P3A juga berencana membentuk tim lintas sektor untuk menangani persoalan ini secara lebih sistematis dan menyeluruh. Dari razia terakhir, delapan gepeng yang terjaring diketahui bukan warga Pematangsiantar. Mereka kemudian didata, diedukasi, dan dikembalikan ke daerah asal dengan melibatkan keluarga masing-masing.
“Koordinasi dengan Satpol PP dan pemanfaatan aplikasi pelaporan masyarakat juga diperkuat untuk pemantauan di titik-titik strategis kota,” tambah Risbon.
Pengamat: Penertiban Saja Tak Cukup
Pengamat sosial dari Universitas Sumatera Utara (USU), Agus Suriadi, menilai penertiban semata bukanlah jawaban jangka panjang.
“Masalah gepeng tidak bisa diselesaikan hanya dengan razia. Pemerintah perlu menyediakan pelatihan keterampilan dan bantuan ekonomi agar mereka bisa mandiri,” kata Agus.
Ia menekankan bahwa persoalan gepeng harus dipandang sebagai bagian dari masalah kesejahteraan sosial, sebagaimana tertuang dalam UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU No. 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial.
Koordinasi antarinstansi juga menjadi sorotannya. Menurutnya, tanpa sistem koordinasi yang rapi, program bisa tumpang tindih atau bahkan saling meniadakan.
Pemberdayaan dan Pemahaman Akar Masalah
Agus juga menyoroti dampak urbanisasi dan ketimpangan pembangunan daerah yang menjadi pemicu munculnya gepeng di kota-kota seperti Pematangsiantar.
“Banyak gepeng adalah korban ketimpangan sosial dan kegagalan mengikuti aturan kehidupan masyarakat kota, yang membuat mereka terpinggirkan,” jelasnya.
Ia mengingatkan, solusi jangka panjang harus mengedepankan pemberdayaan dan pendekatan manusiawi.
“Yang paling penting adalah tetap memanusiakan manusia. Tanpa pendekatan holistik, penertiban hanya akan menjadi solusi sementara,” ujarnya.(putra purba)