Gerakan Pangan Murah (GPM) di Pematangsiantar menolong masyarakat dengan harga pangan murah, tetapi membuat pedagang tradisional terjepit. Bagaimana solusi pemerintah?
Pematangsiantar|Simantab – Gerakan Pangan Murah (GPM) kembali digelar di Kota Pematangsiantar sejak akhir September 2025. Program yang diinisiasi pemerintah pusat bersama TNI dan Polri ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi masyarakat menghadapi lonjakan harga pangan yang terus menekan daya beli.
Kehadiran GPM tidak hanya sekadar seremonial, melainkan wujud sinergi antara petani, pemerintah, dan aparat keamanan dalam menstabilkan harga pangan serta meringankan beban masyarakat. Namun di balik manfaatnya, muncul persoalan baru: pedagang tradisional kian terhimpit dalam persaingan harga.
Pedagang Tejepit Harga Murah

Pantauan di Pasar Horas, harga beras medium IR64 masih berkisar Rp14.500–Rp15.500 per kilogram, sementara beras premium Ramos Rp16.000. Sebaliknya, beras SPHP Bulog di GPM dilepas Rp12.400 per kilogram.
Asman Nainggolan, pedagang sembako, mengaku kondisi ini membuat pedagang berada di posisi sulit.
“Sebagai penjual tentu berharap harga turun agar pasokan lancar. Tapi sebagai masyarakat, kami juga ingin harga stabil,” ujarnya, Kamis (2/10/2025).
Menurutnya, kenaikan harga beras memberi dampak ganda. Margin keuntungan bisa naik, tetapi stok semakin sulit dan pembeli lebih selektif.
“Sudah berbulan-bulan harga tidak turun. Pemerintah harus segera buat kebijakan,” keluhnya.
Bulog: Tantangan Mekanisme Pasar
Asisten Manajer Supply Chain dan Pelayanan Publik (SCPP) Bulog Siantar, Aryo Wibisono, menyebut pedagang enggan mengambil beras SPHP karena kalah bersaing harga.
“Di GPM, harga bisa lebih rendah karena TNI, Polri, dan instansi pemerintah hanya mengambil margin tipis untuk biaya operasional. Sedangkan pedagang harus menambah margin agar usaha tetap berjalan,” jelas Aryo, Rabu (1/10/2025).
Ia menegaskan perbedaan margin inilah yang membuat pedagang kesulitan bersaing. Barang sama, tapi harga di GPM lebih menarik bagi masyarakat.
“Posisi pedagang jadi terjepit. Dampaknya harga memang turun, tapi pedagang tradisional terkena imbasnya,” katanya.
Polisi: Awasi Harga, Jangan Ada Spekulasi
Kanit Ekonomi Sat Reskrim Polres Pematangsiantar, Chandra Ritonga, menegaskan GPM hadir untuk menstabilkan harga, bukan mematikan pedagang.
“Gerakan ini menjaga agar masyarakat bisa membeli kebutuhan pokok dengan harga terjangkau. Polisi hadir untuk memastikan tidak ada penimbunan atau permainan harga,” ujarnya.
Chandra menambahkan pihaknya membuka ruang komunikasi dengan pedagang.
“GPM bukan pesaing, tapi alternatif. Kalau ada indikasi manipulasi harga, tentu akan kami tindak,” tegasnya.
Pengamat: Jangan Abaikan Pedagang Kecil
Pengamat ekonomi Sumut, Gunawan Benjamin, menilai GPM efektif menekan harga sesaat, tetapi berisiko mengorbankan pedagang kecil.
“Pedagang tradisional bisa gulung tikar jika kalah bersaing. Pemerintah harus memastikan distribusi dan mekanisme harga berjalan adil,” ujarnya.
Menurut Benjamin, akar masalah tingginya harga beras bukan hanya distribusi akhir, melainkan juga di hulu: produksi, biaya logistik, hingga ketergantungan pasokan.
“Kalau rantai pasok tidak dibenahi, GPM hanya jadi penawar sementara. Begitu selesai, harga naik lagi,” jelasnya.
Ia menekankan peran pedagang tradisional dalam menjaga ekosistem ekonomi lokal. “Kalau mereka hilang, masyarakat justru rugi. Distribusi pangan jadi makin bergantung pada pemerintah. Padahal pedagang penting untuk kelancaran pasar sehari-hari,” katanya.
Benjamin menyarankan GPM dijadikan pintu masuk memperbaiki sistem pangan. Mulai dari kestabilan produksi petani, perbaikan distribusi, hingga margin keuntungan yang adil bagi semua pihak.
“Kalau tidak ada perbaikan mendasar, kita akan terus mengulang pola: harga naik, lalu digelar GPM. Setelah itu naik lagi. Akar masalahnya tak pernah selesai,” tegasnya.
Antara Stabilitas Harga dan Persaingan
Bagi masyarakat, GPM memberi harapan di tengah harga pangan yang melambung. Namun bagi pedagang tradisional, program ini menghadirkan dilema: margin tipis, stok terbatas, dan ancaman kehilangan konsumen.
GPM bisa menolong rakyat hari ini. Tapi tantangan lebih besar menunggu, yakni bagaimana pemerintah memastikan kebijakan pangan berjalan berkelanjutan, adil, dan berpihak kepada seluruh pihak: masyarakat, petani, dan pedagang.(Putra Purba)