Selain kesehatan, Golkar juga menyoroti kejanggalan dokumen fakta integritas yang menggunakan stempel Kesbangpol, bukan stempel resmi Wali Kota.
Pematangsiantar|Simantab – Rapat Paripurna ke-XI DPRD Kota Pematangsiantar dengan agenda penyampaian pendapat akhir fraksi terhadap Ranperda Perubahan APBD 2025, Rabu (24/9/2025), memunculkan sorotan tajam terhadap Wali Kota Wesly Silalahi.
Bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga kondisi kesehatan Wali Kota yang dinilai berpengaruh besar terhadap jalannya roda pemerintahan.
Sekretaris Fraksi Golkar DPRD Pematangsiantar, Alex Hendrik Damanik, menilai performa kepemimpinan Wesly kian merosot karena faktor kesehatan. Fraksi Golkar pun secara terbuka menyarankan agar Wali Kota mengambil cuti selama tiga bulan demi pemulihan.

“Ini demi kebaikan beliau sendiri sekaligus untuk kepentingan masyarakat Kota Pematangsiantar,” ujar Alex saat dikonfirmasi, Kamis (25/9/2025).
Pasar Horas dan Pemerintahan yang Dinilai Lamban
Golkar juga menyoroti lambannya penanganan pascaterbakarnya Pasar Horas Gedung IV, di mana ratusan pedagang kehilangan lapak lebih dari setahun lalu. Hingga kini, pedagang masih berebut tempat berjualan, bahkan banyak di antaranya jatuh sakit karena kondisi yang tidak layak.
“Seorang pemimpin harus peka, berani mengambil keputusan, serta bertanggung jawab atas kebijakannya. Jika tidak, masyarakatlah yang menanggung akibatnya,” tegas Alex.
Golkar menekankan, jika Wali Kota berhalangan, Wakil Wali Kota Herlina seharusnya diberi mandat penuh untuk memimpin pemerintahan.
Polemik Pakta Integritas
Selain kesehatan, Golkar juga menyoroti kejanggalan dokumen Pakta integritas yang menggunakan stempel Kesbangpol, bukan stempel resmi Wali Kota, serta ditandatangani Sekda Junedi Sitanggang.
Menurut Alex, hal ini mencoreng wibawa pemerintahan dan menjadi preseden buruk. Ia menilai peristiwa itu bukan hanya anomali administratif, melainkan aib politik.
“Bayangkan, dokumen penting negara ditandatangani bukan oleh pejabat berwenang, malah menggunakan stempel instansi lain. Sepanjang sejarah republik ini, saya belum pernah mendengar peristiwa seaneh ini. Ini bukan saja salah, tetapi juga berbahaya,” katanya.
Meski demikian, Fraksi Golkar tetap menyetujui Ranperda Perubahan APBD 2025 untuk disahkan menjadi Perda, dengan catatan agar Pemko lebih serius menjalankan rekomendasi DPRD serta tidak lagi mengabaikan suara rakyat.
Pengamat: Krisis Tata Kelola Mengancam Pematangsiantar
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Sumatera Utara (USU), Tunggul Sihombing, menilai persoalan kesehatan Wali Kota tidak bisa dianggap remeh. Menurutnya, kualitas pelayanan publik sangat erat kaitannya dengan kondisi prima seorang pemimpin daerah.
“Wali Kota bukan hanya simbol, tetapi juga motor penggerak kebijakan publik. Jika kesehatan terganggu, otomatis respons terhadap masalah publik ikut melambat,” ujarnya, Kamis (25/9/2025).
Tunggul menegaskan, kesehatan pemimpin bukan sekadar urusan pribadi, melainkan juga hak masyarakat untuk mendapat pelayanan optimal. Ketidakhadiran pemimpin dalam kondisi prima, katanya, bisa menyebabkan stagnasi, terutama di sektor yang membutuhkan keputusan cepat seperti penanganan pasar dan distribusi bantuan sosial.
Pakta Integritas Dinilai Tidak Sah
Mengenai polemik pakta integritas, Tunggul menilai persoalan itu bukan sekadar kelalaian teknis, melainkan cacat hukum serius.
Menurutnya, dokumen tersebut kehilangan legitimasi sejak awal karena tidak ditandatangani pihak berwenang. Pakta integritas seharusnya ditandatangani langsung oleh Wali Kota Wesly Silalahi bersama Wakil Wali Kota Herlina, bukan Sekda yang secara hierarki hanyalah bawahan.
“Ketika kewenangan itu dialihkan, dokumen otomatis kehilangan bobot dan bisa dianggap tidak sah,” jelasnya.
Tunggul juga mengingatkan bahwa substansi fakta integritas mestinya berorientasi pada kepentingan umum. Bila diarahkan untuk kepentingan kelompok tertentu, maka fungsinya berubah menjadi instrumen politik praktis yang berbahaya karena membuka ruang manipulasi.
Ia menegaskan, dokumen negara yang ditandatangani pihak tidak berwenang bukan hanya kesalahan administratif, melainkan pelanggaran etika pemerintahan. Dampaknya, kata Tunggul, dapat merusak legitimasi kebijakan dan memicu krisis kepercayaan publik.
Transparansi Kesehatan Wali Kota
Tunggul juga mengaitkan isu pakta integritas dengan kondisi kesehatan Wali Kota. Menurutnya, pemerintahan yang dipimpin pejabat tidak prima berisiko menunda keputusan penting, sehingga memperparah persepsi publik bahwa kota dipimpin dengan setengah hati.
Ia menyarankan agar Pemko mempertimbangkan cuti bagi Wali Kota bila kesehatan benar-benar mengganggu kinerjanya.
“Pemerintahan bukan tentang siapa yang berkuasa, tetapi tentang keberlangsungan pelayanan publik. Jika pemimpin utama tidak sanggup, wakilnya harus diberi ruang,” jelasnya.
Tunggul menutup dengan catatan tentang keterbukaan. Menurutnya, masyarakat berhak mengetahui kondisi kesehatan Wali Kota secara jujur, agar tidak tumbuh spekulasi liar.
“Keterbukaan itu penting. Kalau sehat, katakan sehat. Kalau sakit, jelaskan. Jangan dibiarkan kabur, karena yang hilang adalah kepercayaan rakyat,” pungkasnya.(Putra Purba)