Dengan gugurnya praperadilan, kini Julham harus menghadapi sidang pokok perkara di Pengadilan Tipikor Medan. Agenda sidang berikutnya adalah pembacaan eksepsi atau tanggapan dari pihak terdakwa terhadap dakwaan jaksa.
Pematangsiantar|Simantab – Upaya hukum yang ditempuh mantan Kepala Dinas Perhubungan Kota Pematangsiantar, Julham Situmorang, untuk menggugat status tersangka dalam kasus dugaan korupsi berakhir kandas.
Permohonan praperadilan yang diajukannya dinyatakan gugur oleh hakim Pengadilan Negeri Pematangsiantar. Alasannya, sidang pokok perkara dugaan korupsi dengan terdakwa Julham telah lebih dulu berjalan di Pengadilan Tipikor Medan.
Sidang praperadilan digelar pada Rabu (20/8/2025) di ruang sidang PN Pematangsiantar dengan hakim tunggal Tigor Hamonangan Napitupulu. Julham diwakili oleh tim kuasa hukum, Immanuel Sembiring dan Wilter Sinuraya. Sementara pihak termohon, yakni Polres Pematangsiantar dan Kejaksaan Negeri Siantar, juga hadir melalui tim hukumnya masing-masing.
Hakim: Prapid Gugur Karena Perkara Utama Sudah Jalan
Hakim Tigor menjelaskan, berdasarkan aturan yang berlaku, praperadilan otomatis gugur apabila sidang perkara pokok telah dimulai. Rujukan hukumnya adalah Peraturan Mahkamah Agung serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 102/PUU-XII/2015.
“Praperadilan gugur ketika sidang pertama terhadap pokok perkara sudah dimulai,” tegas hakim.
Fakta persidangan menunjukkan bahwa sidang perdana perkara dugaan korupsi dengan terdakwa Julham telah berlangsung di Pengadilan Tipikor Medan pada 14 Agustus 2025 dengan agenda pembacaan dakwaan. Hal ini juga ditegaskan oleh pihak termohon, yakni penyidik Polres Pematangsiantar Iptu M.P. Simanjuntak dan Kasipidsus Kejari Siantar, Arga Hutagalung. Keduanya menyatakan perkara pokok sudah resmi masuk ke tahap persidangan.
Kuasa Hukum Julham Keberatan
Mendengar putusan tersebut, kuasa hukum Julham, Immanuel Sembiring, menyampaikan kekecewaannya. Menurutnya, sidang praperadilan seharusnya sudah bisa dimulai lebih awal, tepatnya sepekan sebelumnya. Namun, sidang terpaksa ditunda karena pihak termohon, yaitu Polres dan Kejari, tidak hadir.
“Penundaan inilah yang membuat permohonan praperadilan kami gugur. Padahal klien kami berhak mendapatkan keadilan,” ucap Immanuel.
Ia juga menilai penetapan status tersangka terhadap Julham cacat prosedur. Menurutnya, unsur kerugian negara yang dijadikan dasar penetapan tersangka tidak terpenuhi. Nilai kerugian yang disebutkan hanya sebesar Rp48,6 juta, yang bahkan sudah dikembalikan Julham ke kas daerah Pemko Pematangsiantar sebelum perkara disidangkan.
“Kami melihat ada cacat formil. Kami menduga tidak terpenuhinya kerugian negara sebesar Rp48,6 juta,” tambahnya.
Lebih jauh, Immanuel menyebut bahwa hasil pemeriksaan khusus Inspektorat Pemko Siantar menunjukkan kasus tersebut hanya bersifat pelanggaran administrasi, bukan tindak pidana korupsi. Hasil pemeriksaan bahkan merekomendasikan agar Wali Kota Pematangsiantar membentuk tim investigasi disiplin pegawai, bukan membawa kasus ke ranah pidana.
Argumen Administrasi Lebih Tepat
Immanuel juga menyinggung nota kesepahaman antara Mendagri, Kejagung, dan Kapolri yang menyebutkan bahwa dugaan korupsi dengan nilai kerugian kecil sebaiknya diselesaikan secara administratif. Alasannya, biaya penanganan perkara di pengadilan bisa lebih besar daripada nilai kerugian yang dituduhkan.
“Jika ada pelanggaran etik atau administrasi, cukup diselesaikan dengan cara administrasi. Tidak harus diproses sebagai tindak pidana korupsi,” ujarnya.
Meski begitu, fakta bahwa Julham telah mengembalikan uang Rp48,6 juta ke kas daerah dianggap tidak mengubah status perkara. Proses hukum tetap berlanjut di Pengadilan Tipikor Medan.
Lanjut ke Babak Tipikor Medan
Dengan gugurnya praperadilan, kini Julham harus menghadapi sidang pokok perkara di Pengadilan Tipikor Medan. Agenda sidang berikutnya adalah pembacaan eksepsi atau tanggapan dari pihak terdakwa terhadap dakwaan jaksa.
“Agenda sidang masih eksepsi. Dijadwalkan Kamis, 21 Agustus 2025,” ujar Kasipidsus Kejari Siantar, Arga Hutagalung.
Kasus Julham menjadi sorotan publik di Pematangsiantar karena menyangkut dugaan penyalahgunaan anggaran di lingkungan Dinas Perhubungan. Perjalanan kasus ini juga dinilai mencerminkan tarik-menarik antara pendekatan hukum pidana dan administrasi dalam menangani dugaan korupsi bernilai kecil.
Kini, semua mata tertuju pada majelis hakim Tipikor Medan untuk melihat apakah argumentasi dari pihak Julham dapat meyakinkan pengadilan atau justru memperkuat dakwaan jaksa. Yang jelas, jalan panjang hukum masih harus dilalui mantan pejabat tersebut, setelah pintu praperadilan resmi tertutup.(Putra Purba)