Selat Hormuz dikenal sebagai jalur strategis bagi hampir 25 persen distribusi minyak dunia.
Teheran|Simantab — Situasi geopolitik di kawasan Timur Tengah kian memanas. Parlemen Iran secara bulat menyetujui rencana penutupan Selat Hormuz, jalur pelayaran vital dunia, sebagai respons atas serangan Amerika Serikat terhadap instalasi nuklir Iran.
Kepastian ini diungkap Mayor Jenderal Esmaeil Kowsari, anggota Komisi Keamanan Nasional Parlemen Iran. “Parlemen telah mengambil sikap bahwa Selat Hormuz harus ditutup,” ujarnya melalui siaran Press TV, stasiun televisi pemerintah Iran, Minggu (22/06/2025).
Selat Hormuz dikenal sebagai jalur strategis bagi hampir 25 persen distribusi minyak dunia. Rencana penutupan tersebut saat ini menunggu keputusan akhir dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran — lembaga yang berada langsung di bawah kendali Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
AS Bombardir Tiga Fasilitas Nuklir Iran
Sebelumnya pada Minggu pagi, Presiden AS Donald Trump mengonfirmasi bahwa militer Amerika telah menghantam tiga lokasi nuklir utama milik Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan. Serangan ini menjadi babak baru dari eskalasi yang dipicu oleh operasi militer Israel terhadap Iran sejak Jumat (13/06).
Dampak serangan itu sangat fatal. Kementerian Kesehatan Iran melaporkan lebih dari 430 warganya tewas, sementara korban luka menembus angka 3.500 orang. Di sisi lain, Israel menyebutkan serangan balasan Iran telah menewaskan sedikitnya 25 warganya dan melukai ratusan lainnya.
Minyak Dunia di Ambang Krisis
Rencana Iran menutup Selat Hormuz dipandang sebagai langkah strategis paling mematikan yang dapat menghantam kepentingan negara-negara Barat. Selat ini memisahkan Iran dengan Oman dan Uni Emirat Arab, sekaligus menjadi titik lintas krusial ekspor energi dari Teluk.
Penutupan selat dikhawatirkan akan mendorong lonjakan harga minyak global hingga 5 dolar AS per barel dalam waktu singkat. Analis memperingatkan, jika Iran melancarkan serangan balasan skala besar atau mengganggu rantai pasok, dampaknya bisa melumpuhkan ekonomi global.
Tak hanya itu, langkah ini juga diprediksi bakal memicu bentrokan langsung dengan Armada Kelima Angkatan Laut AS yang bermarkas di Teluk.
Skenario Terburuk: Serangan Siber hingga Teror Non-konvensional
Pakar keamanan internasional telah lama mewaspadai kemungkinan Iran melancarkan aksi balasan dalam bentuk serangan asimetris, termasuk sabotase, pengeboman, dan aksi siber yang ditujukan pada infrastruktur vital Barat.
Konflik yang terus membara ini membuat dunia bersiap menghadapi kemungkinan guncangan energi besar-besaran dan ketidakpastian geopolitik berkepanjangan.(*)