General Banker Manager Bank Mandiri Cabang Pematangsiantar, Natanael Siagian, menegaskan bahwa pemblokiran dilakukan untuk memberantas judi online dan pencucian uang.
Pematangsiantar|Simantab – Kota Pematangsiantar sempat heboh. Antrean panjang di mesin ATM bukan karena momen gajian atau libur panjang, melainkan karena isu pemblokiran rekening tidak aktif (dormant) oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Kepanikan massal ini membuat banyak warga memilih menguras saldo, takut uang mereka hanya jadi angka di layar ATM tanpa bisa disentuh.
A Saragih (50), warga Marimbun, mengaku menarik seluruh tabungannya dan hanya menyisakan saldo minimum.
“Sebelum diblokir, saya tarik semua uang. Takut nanti cuma bisa cek saldo, nggak bisa dipakai,” ujarnya, Selasa (5/8/2025).
Menurutnya, kebijakan ini tidak adil bagi nasabah yang punya banyak rekening untuk menabung.
“Masak semua rekening jarang dipakai langsung disamaratakan kayak rekening pencucian uang? Gimana adilnya?” keluhnya.
Namun, pengusaha kopi Dani Siringoringo (28) santai saja. Baginya, isu ini kebanyakan dibesar-besarkan.
“Menurut saya nggak bakal terjadi. Presiden juga sudah manggil PPATK. Lagi pula, rekening terblokir bisa diaktifkan lagi,” katanya.
Bank Berusaha Menenangkan Nasabah
General Banker Manager Bank Mandiri Cabang Pematangsiantar, Natanael Siagian, menegaskan bahwa pemblokiran dilakukan untuk memberantas judi online dan pencucian uang.
“Kalau rekening keburu diblokir, cukup datang ke unit kerja Mandiri dengan identitas diri. Petugas kami bantu aktifkan lagi,” jelasnya.
Bank Sumut melalui Direktur Keuangan & Teknologi Informasi, Arieta Aryanti, juga meminta nasabah tak panik.
“ATM yang sempat kosong sudah kembali normal. Kami beri kemudahan untuk aktivasi rekening dormant,” ujarnya.
Ekonom: Kurang Informasi, Dampak Bisa Mengguncang Sistem
Pengamat ekonomi Darwin Damanik menilai kepanikan ini wajar karena informasi yang disampaikan tidak utuh.
“Masyarakat nggak dapat info lengkap, jadinya money rush. Kalau berlanjut, bisa ganggu likuiditas bank dan stabilitas ekonomi,” jelas dosen Fakultas Ekonomi Universitas Simalungun itu.
Darwin mengingatkan, jika krisis kepercayaan ini tak segera diredam, dampaknya bisa merembet ke seluruh sektor.
“Kalau parah, bisa terjadi hiperinflasi, rupiah jeblok, pertumbuhan ekonomi negatif, bahkan mirip krisis atau depresi ekonomi,” tandasnya.(putra purba)