Jakarta – Pasca laporan hasil penyelidikan Komnas HAM bahwa ada 11 bentuk pelanggaran HAM pada proses asesmen TWK dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi ASN, Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan KPK meminta Presiden Jokowi memberhentikan Ketua KPK Firli Bahuri.
Dalam siaran persnya, koalisi menyebut bahwa penyelenggaraan asesmen TWK merupakan pelanggaran hak asasi manusia ditinjau dari sisi kebijakan, tindakan atau pelakuan, dan ucapan yang memiliki karakteristik yang tidak sesuai dengan prinsip hak asasi manusia.
“Kami berterima kasih dan apresiasi kepada Komnas HAM karena telah menjalankan mandat dan kewenanganannya dengan baik sesuai berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945, UU 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan berbagai ketentuan Peraturan Perundang-Undangan lainnya,” kata Muhammad Isnuri dari YLBHI mewakili koalisi dalam keterangan pers, Senin, 16 Agustus 2021.
Koalisi kata Isnur, menyampaikan penghargaan kepada Komnas HAM yang telah mengeluarkan laporan komprehensif dan membuka banyak fakta terkait kebobrokan penyelenggaraan TWK.
Laporan Komnas HAM semakin menegaskan, dan juga menjadi bukti adanya operasi terencana untuk menyingkirkan pegawai KPK tertentu dengan menggunakan narasi Taliban.
Narasi Taliban ini secara publik diproduksi pertama kali pada tahun 2019 oleh Ketua Presidium Indonesia Police Watch kemudian masif berlintasan di media sosial pada tahun 2019 saat Revisi UU KPK.
“Oleh karena itu patut diduga pihak yang terlibat dalam operasi penyingkiran pegawai KPK adalah sama atau setidaknya beririsan dengan aktor yang melakukan pelemahan KPK melalui Revisi UU KPK,” katanya.
Terkait kerja sama antara Badan Kepegawaian Negara yang tidak memiliki dasar hukum perlu diinvestigasi serta ditindaklanjuti lebih lanjut baik dari sisi kemungkinan masuk dalam tindak pidana korupsi maupun untuk membongkar jejaring aktor operasi terencana ini.
Pihaknya juga melihat laporan Komnas HAM memberikan jejak yang jelas bahwa TWK adalah sebuah operasi terencana yang merupakan obstruction of justice.
Hal itu dinilai berdasarkan temuan koalisi, tes terselubung dan ilegal mengenai profiling lapangan yang tidak hanya mengecek sosial media perlu diinvestigasi dan ditindaklanjuti karena secara tendensius menyasar pegawai KPK yang tugasnya berhubungan langsung dengan penanganan perkara korupsi.
Presiden RI segera memberhentikan Pimpinan KPK, Pimpinan BKN, dan pejabat-pejabat lain yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan melanggar HAM
Di dalam pegawai KPK yang disingkirkan adalah tujuh kasatgas, penyelidik dan penyidik. Bahkan yang sedang menangani kasus-kasus penting.
Berbagai pelanggaran HAM dalam laporan Komnas HAM dengan berbagai modusnya, juga pelanggaran administrasi dalam temuan ORI sebelum ini sudah cukup menunjukkan lima Pimpinan KPK secara kolektif kolegial telah melakukan pelanggaran etika, hukum administrasi pemerintahan, hukum HAM, bahkan terindikasi terlibat dalam operasi obstruction of justice untuk melemahkan KPK.
Koalisi mengingatkan Presiden RI dalam sumpah jabatannnya, juga dalam kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan jelas punya kewajiban menghormati dan menjalankan UUD 45 bahwa Penghormatan, Perlindungan, Penegakkan dan Pemenuhan Hak Asasi Manusia sesuai dengan Pasal 28I ayat (4) bahwa tugas ini adalah kewajiban negara, terutama pemerintah. Terlebih Presiden menyetujui Revisi UU KPK yang memasukkan KPK dalam rumpun eksekutif.
Maka itu koalisi ujar Isnur, mendesak Presiden Jokowi, berdasarkan rekomendasi Komnas HAM RI dan rekomendasi yang dikeluarkan sebelumnya oleh Ombudsman RI, segera menindaklanjuti temuan dan rekomendasi Komnas HAM, untuk mengambil alih langsung penanganan dan pengangkatan 75 pegawai KPK dan meminta Kesekjenan KPK untuk segera membatalkan seluruh proses TWK dan mengangkat serta memulihkan kembali harkat, martabat, status posisi dan jabatan dari 75 pegawai KPK ini.
“Presiden RI segera memberhentikan Pimpinan KPK, Pimpinan BKN, dan pejabat-pejabat lain yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan melanggar HAM. Pimpinan KPK diberhentikan ketika melakukan perbuatan tercela sesuai dengan Pasal 32 UU KPK yang telah dibuktikan melalui adanya hasil pemeriksaan Komnas HAM dan Ombudsman. Sedangkan, pimpinan lembaga lain merupakan pejabat dibawah presiden dalam rantai koordinasi sehingga presiden dapat memberhentikan secara langsung,” tukasnya.
Koalisi juga meminta Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri melalui Kabareskrim atau Jaksa Agung segera melakukan penyidikan atas dugaan-dugaan tindak pidana obstruction of justice atau dugaan-dugaan tindak pidana lainnya dalam proses TWK.
Presiden juga wajib menghormati dan melaksanakan Pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang jelas memandatkan bahwa proses alih status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh sama sekali merugikan pegawai KPK. []