Secara hukum, UU Nomor 5 Tahun 2014 memang memberi hak perlindungan ASN, namun hanya berlaku untuk perkara yang timbul dari tugas kedinasan yang sah, bukan korupsi atau pungli.
Pematangsiantar|Simantab – Skandal dugaan pungutan liar (pungli) retribusi parkir mengguncang Pemko Pematangsiantar. Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Julham Situmorang dan stafnya, Tohom Lumban Gaol, resmi ditahan aparat penegak hukum. Pemerintah kota bersikap tegas: tidak akan memberikan pendampingan hukum untuk ASN yang terseret korupsi.
Pemko Tegas: Tak Ada Dana APBD untuk Bela Pungli
Kepala Bagian Hukum Pemko, Edi Sutrisno, memastikan pemerintah tidak akan menggunakan uang rakyat untuk membela ASN nakal.
“Tidak ada kewajiban mendampingi ASN pelaku korupsi atau pungli. Itu tanggung jawab pribadi,” tegasnya.
Ia menilai, memberi bantuan hukum justru akan melemahkan komitmen anti-korupsi, menciptakan konflik kepentingan, dan memboroskan APBD.
“Bayangkan jika anggaran publik dipakai membela oknum yang merugikan negara. Ini bisa merusak kepercayaan masyarakat,” tambahnya.
Secara hukum, UU Nomor 5 Tahun 2014 memang memberi hak perlindungan ASN, namun hanya berlaku untuk perkara yang timbul dari tugas kedinasan yang sah, bukan korupsi atau pungli.
ASN yang ingin pendampingan bisa mencari bantuan di LKBH KORPRI, meski banyak lembaga tersebut juga menolak mendampingi kasus korupsi.
Kadishub Nonaktif, Jabatan Diisi Plt
Kepala BKPSDM Kota Pematangsiantar, Timbul Hamonangan Simanjuntak, mengonfirmasi telah menerima surat penahanan dari kejaksaan dan kepolisian.
“Sedang diproses pemberhentian sementara. Plt akan segera ditunjuk,” ujarnya.
Kepala Kantor Regional VI BKN, Janry Haposan Simanungkalit, menegaskan langkah ini wajib.
“Begitu ada penahanan dengan status tersangka, otomatis diberhentikan sementara. Plt harus segera diisi agar pelayanan publik tidak macet,” katanya.
Praktisi Hukum: Momentum Putus Rantai Korupsi
Praktisi hukum Sumut, Edi Yunara, mendukung langkah administratif tersebut. Menurutnya, jika pejabat yang ditahan tetap menjabat, ada risiko intervensi hukum.
“Ini langkah penting agar kasus tidak dihalangi kekuasaan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemberhentian permanen baru dapat dilakukan setelah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Namun jika bebas, hak dan status ASN harus dipulihkan.
Edi menilai kasus pungli ini bukan sekadar masalah individu, tetapi sinyal kelemahan sistemik.
“Pemko harus buktikan keseriusan membersihkan praktik korupsi. Jangan cuma reaktif, tapi lakukan reformasi sistem agar lebih bersih dan akuntabel,” pungkasnya.(putra purba)