Hukum  

Kasus Dugaan Penipuan Melibatkan Warga Jerman Mandek di Polres Samosir

Samosir – Kasus dugaan penipuan yang melibatkan Serli Napitu sebagai pelapor dan Nurcahya Sigmund sebagai terlapor di Polres Samosir, mandek selama tiga tahun.

Kasus bermula pada 2018 lalu, Nurcahya membujuk Serli membeli satu unit rumah tinggal dan satu vila di Tuktuk Siadong.

Setelah Serli membayar pembelian, Nurcahya berjanji segera menyelesaikan menyurat, mulai dari akta jual beli sampai balik nama sertifikat di Indonesia.

Kebetulan keduanya tinggal di luar negeri, Serli Napitu di Inggris dan Nurcahaya Sigmund berada di Jerman. Tetapi Nurcahya ingkar janji meski Serli sudah membayar lunas membeli satu unit rumah tinggal dan satu unit vila.

Saddan Sitorus, pengacara dari LQ Indonesia Law Firm selaku kuasa Serli Napitu mengkritik kinerja Polres Samosir.

Dia menilai Polres Samosir gagal mewujudkan visi misi Presiden dan Kapolri menciptakan penegakan hukum yang equality before of law dalam kasus terlapor Nurcahaya Sigmund, sesuai laporan polisi No. LP/B-58/IV/2018/SMR/SPKT tertanggal 23 April 2018 atas dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan sebagaimana diatur pada Pasal 378 dan atau Pasal 372 KUHPidana.

“Kami sangat menyesalkan kenapa penyidik dalam menangani kasus ini tidak ada progress. Sudah tiga tahun perkara ini berjalan, tetapi belum menetapkan terlapor menjadi tersangka. Kalau sudah begini, klien kami mengalami kerugian, selaku korban dari tindakan terlapor. Oleh karena itu patut dipertanyakan kredibilitas penyidik, jika ada yang salah menggunakan kewenangan kami akan bertindak secara hukum,” kata Saddan dalam keterangan tertulis, diterima Simantab.com, Rabu (7/4/2021).

Menurut Saddan, polisi adalah ujung tombak penegakan hukum, maka wajib menjaga konsistensi tugas dan fungsi dengan proporsional, profesional, dan prosedural.

“Penyidik harus transparan dalam menangani kasus ini. Penyidik tidak boleh membuat korban menjadi trauma dan skeptis terhadap penegakan hukum yang tidak memiliki kepastian, keadilan, dan manfaat. Jika perkara mandek begini patut diduga ada kepentingan oknum dalam perkara ini. Kami akan pelajari, dan jika terbukti ini justru bisa meruntuhkan sistem penegakan hukum, dan penyidik harus menjaga nama baik itu,” tuturnya.

Dia menambahkan, akibat belum adanya kepastian dan progress dari Polres Samosir dalam penanganan perkara ini, menimbulkan kerugian baik secara materil dan immateril terhadap Serli Napitu.

“Terbukti, penyidik belum bekerja secara maksimal dalam menuntaskan perkara ini. Tiga tahun adalah waktu yang lebih dari cukup untuk mengungkap sebuah kejahatan. Lalu selama itu ada apa dengan penyidik? Perlu kami pertegas, Serli itu adalah korban dan pelapor yang tujuannya berjuang untuk mendapat keadilan,” ujarnya.

Intimidasi

Dikatakannya, selama perkara mandek, kliennya justru mendapatkan perlakuan intimidasi dari pengacara terlapor. Mulai dari menyuruh paksa meninggalkan rumah yang sudah dibeli dan disewa, pengrusakan handle pintu, pemasangan plang dan spanduk kepemilikan, sampai pengukuran tanah.

Pihaknya, kata Saddan, sudah pernah mendatangi kantor Polres Samosir untuk mempertanyakan kelanjutan perkara ini.

Namun penjelasan yang diutarakan penyidik menyebutkan status perkara telah dikembalikan kepada administrasi. Dan informasi itu tidak diketahui Serli sebagai pelapor hingga saat ini.

Baca juga:

”Kalau sejak awal kami lihat dari beberapa surat panggilan dan SP2HP tahun 2018, nama-nama penyidik yang bertugas, yakni Brigadir Chandra Hutapea (ii) Brigadir Kuican Simanjuntak (iii) Briptu (d/h Bripda) Roy Grimslay Aritonang, dan (iv) selaku Kasat Reskrim, yakni AKP Jonser Marbun. Tetapi ini semua sudah pindah unit, tetapi kenapa tidak diberitahukan kepada klien kami. Ada apa, apakah ada unsur untuk tidak melanjutkan atau dugaan kami bahwa kasus ini sarat kepentingan oknum-oknum tidak bertanggung jawab, penyidik tidak tegas dalam hal ini,” katanya.

Melalui pertemuan singkat di Polres Samosir pada Desember 2020 lalu, penyidik AKP Suhartono dan Briptu Grimslay berjanji kepada kuasa hukum Serli bahwa kasus ini akan kembali dilanjutkan dan akan melakukan gelar perkara. tetapi semua itu tidak berjalan dengan baik.

“Penyidik yang berjanji dari bulan Desember menggelar, nyatanya tidak ada gelar perkara sampai saat ini. Status terlapor belum tersangka, artinya sama saja mandek. Sekali lagi polisi harus jujur dan bertugaslah mengacu kepada UU Kepolisian. Perkap tentang manajemen penyidikan, Perkap tentang perkembangan informasi, dan paling utama, polisi harus Presisi,” ungkapnya.

Terkait kasus ini, Saddan menyebut pihaknya sudah melayangkan surat kepada Kapolres Samosir AKBP Josua Tampubolon, Kapolri, Irwasum Polri, Bid Propam Polri, Kompolnas, dan Presiden, agar perkara berjalan dan diproses kepolisian secara cepat.

”Tujuan kami sederhana agar dilakukan gelar atas perkara ini. Terlapor kemudian bisa ditetapkan menjadi tersangka, dan demi kepentingan hukum agar ditahan oleh kepolisian Samosir. Hubungan kemitraan hukum antara kami sebagai kuasa hukum dan Polri bisa berjalan dengan baik dalam penegakan hukum, dan kami masih berkeyakinan bahwa AKBP Josua masih konsisten menerapkan polisi yang Presisi di Polres Samosir,” katanya.

Ketua LQ Indonesia Alvin Lim menambahkan, seharusnya polisi sudah lebih canggih dan adaptif dengan zaman yang semakin berkembang. Semua dituntut agar bekerja secara proporsional, profesional, dan prosedural.

Visi dan misi Polri sudah jelas bahwa semua sama di mata hukum, sehingga tidak ada lagi hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

“Hukum itu panglima tertinggi bagi negara. Jadi dari awal penyidik benar-benar melakukan lidik sampai sidik, semua akan mendapatkan titik terang. Serli adalah satu di antara banyak orang mencari keadilan, jika sistem penegakan hukum masih lambat di Polres Samosir, ini akan menjadi preseden buruk bagi institusi Polri ke depan. Masyarakat butuh kepastian hukum untuk memperjuangkan haknya, polisi harus tanggap,” kata Alvin.()

Iklan RS Efarina