Kepala Inspektorat Pematangsiantar, Herri Okstarizal, diduga melindungi ASN bermasalah. DPRD dan LSM mendesak wali kota bertindak tegas demi menjaga akuntabilitas birokrasi.
Pematangsiantar|Simantab — Pengakuan Kepala Inspektorat Kota Pematangsiantar, Herri Okstarizal, bahwa bawahannya, Febri Susanto Ambarita, telah mengembalikan kerugian keuangan negara sebesar Rp14.810.970 atas pembayaran tunjangan mantan istrinya selama 25 bulan, menuai sorotan publik.
Kasus ini mencuat setelah Ketua LSM Forum13 Indonesia, Syamp Siadari, menuding adanya penyalahgunaan wewenang dan perlindungan terhadap pelanggaran disiplin aparatur sipil negara (ASN).
Inspektorat Dinilai Tak Tegas
Syamp Siadari menilai tindakan Herri Okstarizal tidak mencerminkan sikap tegas dan transparan sebagaimana seharusnya dijalankan oleh kepala lembaga pengawasan internal pemerintah daerah.
Ia menilai, Herri justru melindungi bawahannya yang telah terbukti melakukan penyimpangan dan penipuan terkait keuangan negara, meski uang tersebut sudah dikembalikan.
“Anehnya, kasus yang jelas ada unsur penyimpangan hanya disebut kelalaian. ASN di instansi lain bisa langsung diperiksa, bahkan ada yang disidik. Ini menunjukkan adanya perlakuan khusus di lingkungan Inspektorat,” kata Syamp.
Menurutnya, sikap Herri yang menyebut pelanggaran bawahannya sebagai “kelalaian administratif” memperlihatkan adanya standar ganda dalam penegakan disiplin ASN. Ia pun mendesak Wali Kota Pematangsiantar, Wesly Silalahi, untuk mencopot Herri dari jabatannya dan menonaktifkan Febri Ambarita dari posisinya sebagai Inspektur Pembantu Khusus (Irbansus).
“Kalau dibiarkan, ini akan merusak citra kepemimpinan wali kota dan melemahkan kepercayaan publik terhadap Pemko,” ujarnya.
Inspektorat Klaim Sudah Bertindak Sesuai Prosedur
Menanggapi tudingan tersebut, Herri Okstarizal menegaskan bahwa pihaknya telah menangani kasus itu sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Menurutnya, Febri Ambarita telah mengembalikan seluruh kerugian negara, dan hal itu menunjukkan tanggung jawab pribadi ASN bersangkutan. “Kami tidak menutup-nutupi. Pengembalian dilakukan sukarela dan dicatat dalam administrasi Inspektorat. Tidak ada niat melindungi, semua sesuai mekanisme pemeriksaan internal,” ujarnya, Jumat (17/10/2025).
Herri menambahkan, Inspektorat bukan lembaga penegakan hukum, melainkan lembaga pembinaan dan pengawasan internal. “Kalau sudah ada pengembalian, berarti unsur kerugian negara sudah dipulihkan. Kami tetap berkoordinasi dengan BPK dan BKD sesuai aturan ASN,” tambahnya.
DPRD Minta Evaluasi Transparansi Pengawasan
Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Timbul Marganda Lingga, turut menyoroti persoalan ini. Ia menegaskan, lembaga pengawasan internal seperti Inspektorat seharusnya menjadi garda terdepan dalam menjaga akuntabilitas aparatur, bukan memunculkan kesan tebang pilih.
“Kita tidak boleh menormalisasi pelanggaran administrasi yang menyangkut uang negara, sekecil apa pun nilainya. Pengawasan harus objektif tanpa perlakuan istimewa,” ujarnya saat kegiatan Sosialisasi Produk Hukum Daerah di Lapangan Parkir DPRD, Sabtu (18/10/2025).
Timbul meminta Wali Kota mengevaluasi kinerja Inspektorat secara menyeluruh, termasuk memastikan penegakan disiplin dijalankan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin ASN.
“Pemerintah harus jujur dan terbuka. Kalau ada kesalahan, tindak secara proporsional. Jangan sampai muncul kesan pejabat bisa ‘diamankan’ karena dekat dengan pimpinan,” tandasnya.
Dugaan Motif di Balik Pergantian Pejabat
Kasus ini muncul bersamaan dengan pergantian mendadak jabatan Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat di lingkungan Pemko Pematangsiantar.
Pergantian tersebut menimbulkan spekulasi adanya dinamika internal antartingkat pejabat tinggi pratama yang berkaitan dengan rekomendasi Inspektorat. Beberapa sumber di BKPSDM menyebutkan rotasi itu sebagai upaya memperkuat tata kelola birokrasi, meski sejumlah pihak menilai keputusan tersebut mendadak dan kurang transparan.
Menanggapi hal ini, Timbul mengingatkan agar setiap pergantian pejabat didasarkan pada evaluasi kinerja yang terukur, bukan tekanan politik atau konflik kepentingan.
“Reformasi birokrasi harus berorientasi pada kinerja, bukan kedekatan,” ujarnya.
Ujian Akuntabilitas Pemerintah Kota
Kasus yang menimpa Febri Ambarita dan respons Herri Okstarizal menjadi ujian bagi komitmen Pemko Pematangsiantar dalam menegakkan prinsip akuntabilitas dan integritas ASN.
Publik kini menanti langkah tegas Wali Kota Wesly Silalahi, apakah akan melakukan pembenahan struktural secara terbuka atau membiarkan polemik ini mencoreng upaya reformasi birokrasi di Pematangsiantar.(Putra Purba)
