
Patrick Kluivert resmi dipecat PSSI setelah gagal membawa Timnas Indonesia tampil kompetitif di kualifikasi Piala Dunia 2026. Lima faktor utama berikut jadi alasan berakhirnya masa kepemimpinannya.
Jakarta|Simantab – Pemecatan Patrick Kluivert oleh PSSI menandai berakhirnya era pelatih asal Belanda itu di sepak bola Indonesia. Datang dengan reputasi besar sebagai mantan penyerang Barcelona dan legenda timnas Belanda, Kluivert justru meninggalkan jejak pahit. Berikut deretan “dosa” yang membuatnya kehilangan kepercayaan publik dan federasi.
1. Gagal Total di Kualifikasi Piala Dunia 2026
Mimpi besar membawa Indonesia tampil di Piala Dunia 2026 sirna setelah skuad Garuda tersingkir di fase akhir kualifikasi. Di bawah arahan Kluivert, tim nasional hanya mampu meraih sedikit kemenangan dan tampil tanpa pola permainan yang jelas.
Gaya bermain yang terlalu mengandalkan umpan pendek dan transisi lambat membuat lini serang tumpul dan mudah ditebak lawan.
2. Minim Adaptasi
Kluivert dinilai gagal memahami karakter pemain Indonesia. Ia tetap memaksakan skema permainan ala Eropa yang sulit diterapkan dengan kondisi fisik dan mental pemain lokal. Akibatnya, performa tim kerap naik turun, bahkan saat menghadapi lawan yang di atas kertas lebih lemah.
3. Timnas U-23 dan U-20 Ikut Terpuruk
Tak hanya tim senior, dua kelompok umur di bawahnya juga terkena imbas. Pelatih Gerald Vanenburg (U-23) dan Frank van Kempen (U-20), yang merupakan bagian dari tim Belanda bentukan Kluivert, ikut terseret dalam pemutusan kontrak massal.
Kinerja mereka dinilai tidak memenuhi ekspektasi PSSI dalam berbagai ajang regional.
4. Konflik Internal dan Kritik Publik
Sumber internal PSSI menyebut adanya ketegangan antara staf pelatih lokal dan asing di lingkungan tim nasional. Kritik terhadap metode latihan serta pemilihan pemain sempat mencuat di ruang publik. Banyak pihak menilai Kluivert kurang terbuka terhadap masukan dari pelatih lokal.
5. Hilangnya Karakter Garuda di Lapangan
Pada era Kluivert, gaya agresif dan semangat juang khas Indonesia seolah menghilang. Timnas sering tampil pasif, kehilangan intensitas, dan mudah frustrasi ketika tertinggal.
Hal ini menjadi salah satu alasan utama PSSI melakukan “reset” total terhadap arah pembinaan tim nasional.(*)