Kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran, terutama dari kalangan pelaku usaha bimbingan belajar (bimbel) yang merasa keberadaannya mulai tergerus.
Pematangsiantar|Simantab – Gubernur Sumatera Utara, Muhammad Bobby Afif Nasution, mengumumkan rencana penerapan kebijakan lima hari sekolah mulai Tahun Ajaran 2025/2026. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan sekaligus memberikan ruang lebih luas bagi siswa dalam mengembangkan diri melalui kegiatan non-akademis.
Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kekhawatiran, terutama dari kalangan pelaku usaha bimbingan belajar (bimbel) yang merasa keberadaannya mulai tergerus.
Pemprov: Mutu Pendidikan Lebih Utama
Kepala Bidang Pembinaan SMA Dinas Pendidikan Sumut, M Basir Hasibuan, mengatakan bahwa kebijakan ini merupakan langkah strategis untuk mendukung pembelajaran yang lebih berkualitas dan berorientasi pada pengembangan karakter.
“Fokus utama kami adalah memberi waktu lebih banyak bagi siswa untuk memperdalam materi dan menyalurkan minat serta bakatnya melalui kegiatan ekstrakurikuler. Ini juga untuk mengoptimalkan peran guru,” ujar Basir saat dikonfirmasi, Jumat (11/7/2025).
Menurutnya, hari Sabtu yang sebelumnya digunakan untuk kegiatan belajar formal, akan dialihkan menjadi ruang bagi program-program kokurikuler yang lebih fleksibel dan terarah, seperti proyek tim, kegiatan sosial, hingga pelatihan karakter.
“Kami optimistis, dengan penyesuaian jadwal yang lebih padat dan terstruktur, siswa tidak lagi membutuhkan tambahan belajar di luar sekolah,” imbuhnya.
Dinas Pendidikan juga berkomitmen memperkuat kompetensi guru melalui pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan pembelajaran lima hari efektif.
Dampak Terhadap Lembaga Bimbel
Sementara itu, kekhawatiran muncul dari pelaku bimbel di Pematangsiantar. Himsar Ambarita, Pembina Bimbel Talenta, menilai kebijakan ini dapat memengaruhi kelangsungan bisnis bimbingan belajar, terutama dalam jangka panjang.
“Sejauh ini belum terasa dampaknya, namun tren menunjukkan penurunan minat karena waktu siswa akan lebih tersita di sekolah,” ungkap Himsar.
Bimbel Talenta saat ini memiliki 265 siswa dari jenjang SMA/SMK, dengan dominasi peserta dari kelas 12. Bimbel ini menjalankan dua sesi belajar: kelas malam pada Senin, Rabu, dan Jumat pukul 16.45–20.00, serta kelas sore pukul 16.45–18.15 dan tambahan pada Sabtu pukul 09.00–14.30.
“Kami memberikan pendekatan personal yang sering tidak bisa dilakukan di kelas reguler. Banyak dari peserta kami juga berhasil lolos ke perguruan tinggi negeri,” katanya.
Himsar berharap adanya dialog terbuka antara pemerintah dan pelaku usaha bimbel agar peran pendidikan non-formal tetap mendapat tempat dalam sistem pendidikan nasional.
“Jika bimbel tumbang, ribuan tenaga kerja juga akan terdampak,” tegasnya.
Pendidikan Non-Formal Tetap Relevan
Pengamat Pendidikan Sumatera Utara, Muhammad Rizal Hasibuan, menilai kebijakan lima hari sekolah bukanlah ancaman, melainkan peluang untuk memperkuat sinergi antara pendidikan formal dan non-formal.
“Bimbel bukanlah pesaing sekolah, melainkan pelengkap. Ada siswa yang membutuhkan metode belajar berbeda, pendekatan lebih personal, atau persiapan ujian tertentu,” jelas Rizal.
Menurutnya, bimbel harus melakukan transformasi dan berinovasi. Ia mendorong lembaga bimbel untuk menyusun program yang lebih spesifik, seperti pelatihan UTBK, les privat untuk pelajaran sulit, atau program pengembangan keterampilan.
“Bimbel yang berorientasi inovasi dan mampu membaca kebutuhan pasar akan tetap eksis,” katanya.
Rizal juga menggarisbawahi pentingnya kolaborasi antara sekolah dan bimbel, yang diyakini akan menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih adaptif dan inklusif.
“Pemerintah harus hadir sebagai fasilitator. Peta jalan pendidikan kita seharusnya mengakomodasi peran sekolah dan bimbel secara bersamaan, bukan saling meniadakan,” tuturnya.
Menuju Ekosistem Pendidikan yang Kolaboratif
Rizal menilai, kebijakan lima hari sekolah justru membuka ruang kolaborasi yang lebih luas antar pemangku kepentingan di sektor pendidikan.
“Dengan perencanaan yang matang dan kesediaan untuk bekerja sama, kebijakan ini bisa menjadi katalisator transformasi pendidikan di Sumatera Utara,” pungkas Rizal.(putra purba)