Memilih dan dipilih dalam pemilihan umum (Pemilu) adalah hak warga negara yang dinyatakan dalam Undang Undang Dasar 1945.
Apalagi Pemilu 2024 adalah pemilihan umum pertama yang akan berlangsung secara serentak. Dimana rakyat akan menggunakan hak pilihnya untuk memilih anggota DPRD Kabupaten, anggota DPRD Propinsi, anggota DPR RI, anggota DPD RI dan Presiden/Wakil Presiden Republik Indonesia.
Pemenuhan hak hak Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) dalam Pemilu 2024 yakni haknya untuk menggunakan hak pilihnya harus difasilitasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan jajarannya ditingkat daerah secara serius dan KPUD hendaknya menggunakan terobosan baru sehingga warga binaan tersebut dapat menggunakan hak pilihnya.
“Membiarkan seorang warga negara kehilangan haknya untuk memilih adalah sebuah kejahatan bagi seorang penyelenggara Pemilu”.
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas IA Siantar di Simalungun misalnya terdapat 3000 an narapidana yang terancam kehilangan hak pilihnya karena keterbatasan dokumen kependudukannya. KPUD Simalungun tidak perlu takut untuk memberlakukan diskresi bagi WBP di Lapas tersebut karena administratif untuk WBP sangatlah terstruktur dan peluang bagi mereka untuk melakukan kecurangan juga sangatlah kecil.
WBP yang ada di Lapas se Indonesia haruslah mendapat kesempatan untuk menggunakan hak pilihnya. KPUD juga tidak boleh mencari aman dengan mengacu kepada aturan aturan baku yang mensyaratkan persyaratan dokumen kependudukan yang tentu saja bagi seorang tahanan hal tersebut agak menyulitkan.
Dalam rakor KPUD Kabupaten Simalungun di Pematang Raya, Simalungun, Kepala Lapas Kelas IA Siantar, M. Pihtra Jaya Saragih, S.IP menyampaikan kepada KPUD Simalungun tentang banyaknya warga binaannya yang terancam tidak bisa menggunakan hak pilihnya karena keterbatasan akses WBP terhadap dokumen kependudukannya.
Dan tentu saja, saya berharap KPUD Simalungun bisa memulai terobosan terobosan baru tentang ini. Biarlah terobosan dari Simalungun ini akan menjadi rujukan bagi seluruh KPUD se Indonesia.