Idul Fitri kali ini berbeda. Mereka menduga, kenaikan harga sejumlah komoditas pangan pokok dan lesunya daya beli masyarakat menjadi penyebab.
Pematangsiantar|Simantab – Tidak semua bisa merayakan kemeriahan Idul Fitri 1446 H. Sejumlah pedagang di Pasar Horas Jaya, malah merasa tercekik dengan sepinya pembeli.
Pengakuan pedagang, suasana Pasar Horas yang biasanya ramai menjelang Idul Fitri, berbeda kali ini. Mereka menduga, kenaikan harga sejumlah komoditas pangan pokok dan lesunya daya beli masyarakat menjadi penyebab.
Seorang pedagang sembako, Lina Turnip (43) mengungkapkan, untuk modal kelapa parut dan santan instan melonjak dua kali lipat sejak awal Ramadan.
“Harga kelapa parut dan santan instan naik dua kali lipat! Modal besar, pembeli sepi, bagaimana kami bisa bertahan?” ujarnya dengan nada getir, Senin (31/03/2025)
Ia merinci, biasanya membeli kelapa parut Rp10.000, sekarang Rp20.000. Santan instan dari Rp2.000 jadi Rp5.000.
Tak hanya kelapa dan santan, harga cabai merah juga naik dari Rp32.000 menjadi Rp39.800 per kilogram, bawang merah dari Rp33.900 menjadi Rp35.500 per kilogram.
Lina bahkan menjual cabai rawit merah dalam kemasan plastik kecil berisi 7-8 butir seharga Rp5.000.
Sejumlah bahan pangan lainnya juga melambung tinggi. Ia tak lagi menyetok daging sapi atau ayam yang memang sekarang tak ada lagi permintaan dari pelanggannya.
“Dulu orang belanja Rp30.000-Rp50.000, sekarang paling Rp25.000. Kebanyakan beli sayur, tempe, atau tahu,” ujarnya.
Untuk beras, harga bervariasi tergantung kualitasnya dan relatif stabil. Beras kualitas bawah seharga Rp11.900 per kilogram, beras medium berkisar antara Rp12.500 hingga Rp13.000 per kilogram/
Gula pasir Bulog Rp17.500 per kilogram, dan minyak goreng premium antara Rp16.500 hingga Rp17.000 per liter.
Kondisi serupa juga dirasakan seorang pedagang pakaian, M.Tambunan (50). Dia mengungkapkan kekecewaannya. Momen Idul fitri yang biasanya menjadi berkah, kali ini dagangannya sepi pembeli.
“Tahun lalu, seminggu sebelum lebaran, pasar sudah ramai pembeli. Orang-orang berbondong-bondong cari baju baru. Tapi tahun ini, jangankan untung, balik modal saja susah,” ujarnya mimik wajah lesu.
Ia mengatakan, penjualan tahun ini jauh lebih buruk dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Padahal, ia sudah menambah stok pakaian dengan harapan meraup untung lebih banyak.
“Biasanya, saya bisa menjual puluhan potong pakaian setiap hari menjelang Lebaran. Tapi sekarang, satu atau dua potong saja susah. Saya terpaksa pulang lebih awal,” keluhnya.
Warga Kecamatan Siantar Utara ini menduga, lesunya daya beli masyarakat disebabkan oleh kenaikan harga bahan pokok yang cukup tinggi, biaya transportasi, dan kebutuhan lainnya membuat masyarakat harus memprioritaskan pengeluaran.
“Mungkin orang-orang berpikir, lebih baik uangnya buat beli beras dan minyak daripada baju baru,” ujar Tambunan.(putra purba)