Keluhan pekerja diperkuat hasil pemeriksaan UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah III Sumut. Kepala UPTD, Robby Sipayung, menyebut perusahaan menunggak pembayaran lembur dari September 2023 hingga Juni 2025.
Simalungun|Simantab – Delapan pekerja PT Rezeki Abadi Sambosar (RAS) di Nagori Sambosar, Kecamatan Raya Kahean, Kabupaten Simalungun, memperjuangkan hak mereka setelah bertahun-tahun bekerja tanpa bayaran lembur. Kasus yang bergulir sejak Oktober 2023 ini kini menjadi sorotan publik dan lembaga pengawas ketenagakerjaan.
Tuntutan Pekerja: Kerja 13 Jam Tanpa Libur
Ketua PK SBSI PT RAS, Erianto Saragih, mengungkap kondisi kerja yang mereka alami. Pekerja harus menjalani sif siang selama 11 jam dan sif malam hingga 13 jam, tanpa hari libur, bahkan pada tanggal merah.
“Kami bekerja tanpa henti, tapi hak normatif kami, yaitu upah lembur, diabaikan. Ini jelas melanggar aturan,” kata Erianto, Kamis (11/9/2025).
Selain itu, ia menyoroti penggunaan kontrak kerja waktu tertentu (PKWT) di bagian produksi yang sifatnya berkelanjutan. “Ini bertentangan dengan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan dan Perppu Cipta Kerja,” tegasnya.
Erianto juga menuding adanya upaya pemberangusan serikat (union busting) melalui mutasi pengurus SBSI, serta kekecewaan karena manajemen PT RAS tidak memenuhi panggilan DPRD Simalungun.
Temuan Resmi UPTD: Tunggakan Rp335 Juta
Keluhan pekerja diperkuat hasil pemeriksaan UPTD Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah III Sumut. Kepala UPTD, Robby Sipayung, menyebut perusahaan menunggak pembayaran lembur dari September 2023 hingga Juni 2025.
“Total kekurangan mencapai Rp335.059.607 untuk delapan pekerja,” ungkapnya.
Delapan pekerja itu adalah Arwan Sanjaya Purba, Erianto Saragih, Fahrul Rozy, Haydar Hanafi Saragih, Muktar Erwandi Koto, Okto Riahdo Purba, Rama Handi Purba, dan Zulhidayah Silalahi.
Robby menegaskan, perusahaan wajib melunasi seluruh tunggakan dalam 14 hari setelah keputusan diterima.
Respons PT RAS dan Disnaker
Melalui Humasnya, Sukoso Winarto, PT RAS menolak penetapan tersebut. Ia menegaskan perusahaan masih berkoordinasi dengan serikat buruh untuk memperbaiki syarat kerja.
“Terhadap delapan orang tersebut, kami tetap mengedepankan perundingan secara kekeluargaan. Terbukti mereka masih bekerja seperti biasa,” ujarnya.
Sementara itu, Kadisnaker Simalungun, Riando Purba, menegaskan surat penetapan UPTD memiliki kekuatan hukum. “Kami mendesak PT RAS menghormati keputusan tersebut demi kepastian hukum bagi pekerja,” katanya.
Ia menambahkan, Disnaker siap memfasilitasi mediasi tripartit bila dialog menemui jalan buntu.
Erianto berharap kasus ini diselesaikan dengan adil agar iklim investasi di Simalungun tetap kondusif. “Kami para buruh berharap keadilan tidak hanya jadi janji, tapi kami terima nyata dalam bentuk upah lembur yang sudah kami kerjakan,” tutupnya.(Putra Purba)