“Pemko Pematangsiantar memperketat pengawasan program Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk mencegah kasus keracunan seperti di daerah lain. Pengawasan ketat, SOP diperkuat, dan kolaborasi sekolah jadi kunci menjaga kepercayaan masyarakat.”
Pematangsiantar|Simantab – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah pusat kembali menuai sorotan setelah kasus keracunan massal melanda ribuan siswa di berbagai daerah, mulai dari Jawa Barat, Sulawesi Tengah hingga Jawa Tengah.
Insiden yang terjadi sepanjang September ini menimbulkan gelombang kritik, bahkan memunculkan istilah sinis “makan beracun gratis” di tengah masyarakat.

Di balik kritik itu, Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar menegaskan langkah antisipatif sudah ditempuh. Hingga kini, belum ada laporan kasus keracunan terkait program MBG di Kota Pematangsiantar. Meski demikian, pengawasan dan mitigasi diperketat guna memastikan tragedi serupa tidak terjadi.
Disdik: Pencegahan Lebih Murah daripada Penanganan
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Pematangsiantar, Hamdani Lubis, menyebut pihaknya menempatkan pengawasan sebagai prioritas utama. Menurutnya, MBG di sekolah-sekolah Pematangsiantar berjalan sesuai standar operasional.
“Sampai hari ini kami bisa pastikan belum ada satu pun laporan keracunan akibat program Makan Bergizi Gratis di Pematangsiantar. Namun, bukan berarti kita lengah,” ujarnya, Selasa (30/9/2025).
Hamdani menegaskan bahwa kasus keracunan di daerah lain menjadi peringatan serius. Untuk itu, setiap minggu sekolah diwajibkan membuat laporan rutin, tidak hanya terkait distribusi makanan, tetapi juga kondisi kesehatan siswa secara umum.
“Kalau ada gejala sakit perut, pusing, atau diare, kami segera berkoordinasi dengan tim kesehatan untuk memastikan apakah ada kaitannya dengan MBG,” ujarnya.
Ia menekankan langkah pencegahan jauh lebih penting dan murah dibanding penanganan setelah ada korban. Karena itu, Pemko rutin melakukan survei kesehatan serta penyelidikan epidemiologi.
Menurutnya, program MBG tidak boleh dipandang sekadar bantuan makan, melainkan investasi jangka panjang untuk membentuk generasi sehat, cerdas, dan siap bersaing.
“Kalau pengawasan ketat, kita bisa menjawab kritik yang menyebut MBG itu ‘makan beracun gratis’. Justru di Pematangsiantar harus kita buktikan bahwa MBG benar-benar makan bergizi gratis,” tegas Hamdani.
SPPG: Kasus Nasional Jadi Momentum Perketat SOP
Hal senada disampaikan Kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kota Pematangsiantar, Dinda Lestari. Menurutnya, insiden keracunan massal di berbagai daerah menjadi bahan evaluasi penting.
“Kasus yang terjadi pada September ini membuka mata kita semua bahwa SOP harus dipatuhi ketat. Mulai dari penyimpanan bahan, jadwal memasak, hingga distribusi makanan ke sekolah. Di Pematangsiantar, hal itu menjadi pembelajaran untuk memperkuat komitmen kami agar program ini benar-benar aman dan bermanfaat,” katanya.
Ia menambahkan, SOP di Pematangsiantar diperketat dengan langkah nyata. Dapur MBG diwajibkan memasak tidak lebih dari dua jam sebelum distribusi serta menggunakan bahan segar yang terverifikasi.
“Selain itu, makanan harus disimpan dengan standar higienis. Setiap dapur juga wajib memfoto prosesnya sebagai bukti bahwa semua sesuai standar,” jelasnya.
Dinda menegaskan MBG bukan hanya soal kenyang, melainkan juga gizi dan keamanan pangan. Ia mengakui kasus keracunan MBG secara nasional menorehkan catatan buruk bagi pemerintah. Namun, Pemko berupaya menjaga kepercayaan masyarakat melalui pengawasan intensif.
“Kita ingin siswa di Siantar bisa belajar dengan tenang, orang tua tidak khawatir, dan pemerintah tidak dipusingkan isu kesehatan massal. Karena itu, tenaga dapur, pengawas, hingga pihak sekolah kami latih secara berjenjang. Kalau semua disiplin, MBG akan jadi kebanggaan, bukan cibiran,” ujarnya.
Pihak Sekolah: Siswa Semangat, Orang Tua Masih Waspada
Dari sisi sekolah, guru UPTD SMP Negeri 7 Pematangsiantar, B. Purba, melihat program MBG membawa dampak positif bagi siswanya.
Menurutnya, banyak siswa yang sebelumnya sering berangkat sekolah tanpa sarapan kini bisa mengikuti pelajaran dengan lebih bersemangat.
“Anak-anak terlihat lebih fokus di kelas. Ada yang dulu sering mengeluh lapar sebelum jam istirahat, sekarang bisa bertahan dengan baik. Itu memengaruhi konsentrasi mereka dalam belajar,” ujarnya.
Meski begitu, ia mengakui kekhawatiran tetap ada, terutama setelah maraknya berita keracunan di daerah lain.
“Kami sebagai guru selalu mengingatkan siswa agar melapor jika ada makanan yang rasanya aneh atau menimbulkan keluhan. Untungnya, sejauh ini tidak pernah ada masalah di sekolah kami. Tapi tetap saja, berita di luar membuat orang tua agak was-was,” katanya.
Ia menambahkan, komunikasi dengan orang tua menjadi kunci menjaga kepercayaan.
“Program MBG berhasil bukan hanya karena ada makanan gratis, tetapi juga karena adanya kolaborasi antara pemerintah, sekolah, orang tua, dan siswa. Dengan keterbukaan, saya yakin kepercayaan masyarakat terhadap MBG di Pematangsiantar bisa tetap terjaga,” tutupnya.(Putra Purba)