Pemerintah melakukan evaluasi besar terhadap program Makan Bergizi Gratis setelah maraknya kasus keracunan. Mulai dari kewajiban penggunaan air galon, dapur bersertifikat, hingga usulan dapur sekolah menjadi fokus pembenahan.
Jakarta|Simantab – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sorotan publik setelah sejumlah kasus keracunan massal dilaporkan di berbagai daerah dalam beberapa pekan terakhir. Presiden Prabowo Subianto pun memerintahkan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk melakukan evaluasi menyeluruh agar peristiwa serupa tidak kembali terjadi.
Sejumlah kementerian dan lembaga turut memberi catatan, di antaranya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Kepala BGN, Dadan Hindayana, mengakui bahwa saat ini program MBG berkontribusi terhadap sekitar 46 persen kasus keracunan pangan di Indonesia.
Ia menambahkan, Peraturan Presiden (Perpres) tentang tata kelola MBG telah rampung dan akan segera diterapkan di seluruh daerah. Berikut beberapa poin utama hasil evaluasi program tersebut.
1. Sediakan Sendok untuk Siswa
Dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Senin (20/10), Presiden Prabowo meminta BGN menyediakan sendok bagi seluruh penerima manfaat program MBG.
Menurutnya, langkah sederhana ini penting untuk menjaga kebersihan dan keamanan makanan.
“Mungkin sekarang kita bagi saja sendok yang sederhana. Tidak mahal, tapi penting untuk mencegah keracunan,” ujarnya.
Prabowo juga menginstruksikan agar BGN memperketat prosedur dapur MBG dan memastikan setiap penyedia makanan menggunakan peralatan layak dan higienis.
2. Wajib Gunakan Air Galon untuk Memasak
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, mewajibkan seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang belum memiliki sumber air bersih untuk memakai air mineral galon saat memasak.
“Aturan ini bersifat wajib sampai tersedia air layak konsumsi di setiap dapur,” katanya dalam kegiatan “Upaya Meningkatkan Kualitas Gizi Bangsa melalui MBG” di Jakarta, Kamis (23/10).
3. Larangan Masak Sebelum Tengah Malam
Dalam Perpres Tata Kelola MBG yang segera diundangkan, terdapat larangan memasak sebelum pukul 00.00.
“Sekarang tidak boleh lagi masak di bawah jam 12 malam. Waktu memasak harus dimulai sekitar pukul 2 pagi,” jelas Nanik.
Kebijakan ini diambil untuk menjaga kesegaran bahan makanan sebelum disajikan.
4. Kapasitas Produksi Dapur Dikurangi
Pemerintah menurunkan kapasitas produksi dapur MBG dari 3.000–4.000 porsi menjadi 2.000–2.500 porsi per dapur.
Menurut Dadan Hindayana, pembatasan ini dilakukan demi menjaga mutu makanan.
“Kalau jumlah produksi terlalu besar, risiko penurunan kualitas meningkat,” ujarnya.
Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X sebelumnya juga menilai target 3.000 porsi tidak realistis. Ia menyarankan agar dapur dibagi dalam unit-unit kecil yang melayani sekitar 50 porsi agar kualitas makanan tetap terjaga.
5. Dapur Wajib Miliki Fasilitas Air Berfilter dan UV
BGN juga mewajibkan setiap SPPG memiliki fasilitas pengolahan air dengan filter dan teknologi sinar ultraviolet (UV) sebagai jaminan kebersihan jangka panjang.
“Ke depan, semua dapur harus punya sistem air berfilter dan ber-UV,” kata Nanik.
Kepala Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan BRIN, Satriyo Krido Wahono, turut menyoroti kesalahan umum pengelola dapur yang menumpuk bahan pangan di freezer.
“Kalau ditumpuk terlalu banyak, bagian dalam tetap hangat dan berpotensi menumbuhkan bakteri,” jelasnya.
6. Usulan Kitchen School dari Kemendikdasmen
Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengusulkan konsep school kitchen, atau dapur di setiap sekolah, untuk menggantikan sistem dapur terpusat.
“Dapur sekolah lebih efektif karena hanya melayani satu sekolah,” ujarnya di Mataram, Rabu (22/10).
Ia menilai skema ini cocok diterapkan di sekolah berasrama yang sudah terbiasa mengelola dapur sendiri, meski keputusan akhir tetap berada di tangan BGN.
7. Dapur Harus Bersertifikat
BGN juga menegaskan bahwa setiap dapur MBG yang ingin kembali beroperasi wajib memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), sertifikat halal, serta Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) sebagai jaminan keamanan pangan.
Dari 112 dapur yang sempat ditutup, baru 13 yang mengajukan izin beroperasi kembali.
“Kami masih melakukan pengecekan ulang sebelum memberi izin,” kata Nanik..(*)







