Pemkab Simalungun menyiapkan pendataan ulang objek Pajak Bumi dan Bangunan sebagai strategi meningkatkan pendapatan daerah pada 2026 di tengah menurunnya transfer dana pusat.
Simalungun|Simantab – Pemerintah Kabupaten Simalungun mulai mengandalkan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai salah satu tumpuan utama Pendapatan Asli Daerah menyusul menurunnya alokasi dana dari pemerintah pusat. Upaya tersebut diproyeksikan semakin kuat pada tahun anggaran 2026 melalui pendataan ulang objek pajak.
Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah Simalungun menilai keterbatasan transfer pusat menjadi tantangan serius bagi keberlanjutan fiskal daerah. Kondisi ini mendorong pemerintah daerah lebih agresif menggali potensi pajak lokal, terutama Pajak Bumi dan Bangunan yang dinilai belum tergarap maksimal.
Kepala Subbidang Penetapan PBB dan BPHTB BPKPD Simalungun, Jerimi Saragih, mengatakan penurunan dana pusat membuat daerah tidak memiliki banyak pilihan selain mengoptimalkan sumber pendapatan sendiri.

“Ketika biaya dari pusat berkurang, mau tidak mau daerah harus meningkatkan pendapatan. Di sektor kami, fokus utamanya ada pada Pajak Bumi dan Bangunan,” ujar Jerimi, Kamis (18/12/2025).
Salah satu langkah strategis yang disiapkan adalah pendataan ulang objek pajak yang telah dimasukkan dalam rencana kegiatan tahun anggaran mendatang. Pendataan ulang dinilai penting karena banyak Nilai Jual Objek Pajak saat ini tidak lagi sesuai dengan kondisi riil di lapangan.
Menurut Jerimi, pembaruan data berpotensi meningkatkan NJOP pada sejumlah wilayah, yang secara otomatis berdampak pada kenaikan penerimaan daerah.
“Banyak NJOP yang sudah tidak relevan. Dengan pendataan ulang, nilainya bisa menyesuaikan kondisi sebenarnya, dan itu berdampak langsung pada pendapatan daerah,” katanya.
Selain itu, masih ditemukan objek pajak yang belum terdata atau belum terdaftar secara optimal. Situasi tersebut menyebabkan potensi penerimaan PBB belum tergali sepenuhnya, meski kondisi serupa juga terjadi di banyak daerah lain.
Karena keterbatasan anggaran, pendataan ulang tidak dilakukan secara menyeluruh. BPKPD memprioritaskan wilayah dengan potensi ekonomi besar seperti Kecamatan Bosar Maligas, Perdagangan, Girsang Sipanganbolon, dan Siantar.
“Kami harus realistis. Seluruh wilayah idealnya didata ulang, tetapi dengan anggaran yang terbatas, fokus diarahkan ke daerah berpotensi tinggi agar pendapatan daerah bisa dimaksimalkan,” ujar Jerimi.
Dalam pelaksanaannya, BPKPD berencana menggandeng pihak ketiga, termasuk Kantor Jasa Penilai Publik, untuk memastikan penilaian NJOP dilakukan secara profesional dan objektif. Koordinasi dengan pemerintah nagori, kelurahan, kecamatan, hingga organisasi perangkat daerah juga akan dilibatkan dalam pendataan lapangan.
Di sisi lain, pengamat kebijakan publik Tunggul Sihombing menilai pendataan ulang PBB sebagai langkah logis di tengah tekanan fiskal daerah. Namun, ia mengingatkan agar kebijakan tersebut dijalankan secara hati-hati dan berkeadilan.
Menurutnya, kenaikan NJOP tidak boleh semata-mata mengejar target pendapatan tanpa mempertimbangkan kemampuan bayar masyarakat, khususnya kelompok berpenghasilan rendah. Transparansi dan komunikasi publik dinilai penting agar kebijakan tidak memicu resistensi.
Ia juga menekankan perlunya pengawasan ketat dalam penggunaan pihak ketiga agar tidak menimbulkan konflik kepentingan. Optimalisasi PBB, kata dia, seharusnya dibarengi dengan pembaruan basis data, digitalisasi sistem pajak, serta pemetaan potensi ekonomi yang berkelanjutan.(Putra Purba)






