Simantab – Simalungun
Masifnya dugaan kehadiran orang-orang dari Pemuda Pancasila di banyak TPS saat hari pencoblosan Pilkada 2020 di Simalungun, 9 Desember 2020, mendapat perhatian pengamat politik Matius Sianturi SH. Menurutnya, jika kehadiran itu bagian dari intimidasi maka mereka mesti dipidana.
“Kejahatan terhadap hak kebebasan memilih adalah kejahatan terhadap hak-hak konstitusional. Tidak boleh ada intimidasi dalam bentuk apapun untuk mempengaruhi seseorang dalam penyelenggaraan Pilkada atau Pemilu,” ujarnya, Sabtu (12/12/2020).
Menurutnya, pemaksaan kehendak atau intimidasi kepada pihak lain agar memilih calon tertentu termasuk pelanggaran konstitusi. Karenanya, si pelanggar bisa dikenakan sanksi pidana.
Menurut Matius, sanksi bagi yang melanggar tercantum dalam Undang-undang (UU) Pilkada Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 182 a.
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp24 juta dan dan paling banyak Rp72 juta,” terang Matius.
Dilanjutkannya, pemaksaan oleh satu pihak kepada pihak lain dengan tujuan memilih pasangan calon yang diusungnya merupakan kesesatan dalam memaknai loyalitas terhadap calon yang didukungnya.
“Kalau itu menjalar dan menjadi fenomena umum, itu sangat luar biasa, itu teror dalam demokrasi kita,” ujar Matius.
Bawaslu, katanya, selaku pengawas pelaksanaan Pilkada harus tegas mengambil kebijakan dan tindakan kepada oknum yang melakukan intimidasi.
“Pihak kepolisian juga mesti tegas terhadap oknum-oknum seperti itu!” tukasnya. (rel)