Timur Tengah|Simantab – Konflik bersenjata antara Iran dan Israel kian membara memasuki pekan kedua. Serangan udara saling balas terus terjadi, menewaskan ratusan orang dan mengguncang stabilitas kawasan Timur Tengah. Negara-negara besar Eropa kini berpacu mencari celah damai, di tengah kekhawatiran akan pecahnya perang regional berskala luas.
Israel pertama kali meluncurkan serangan udara ke Iran pada Jumat pekan lalu, dengan dalih mencegah pengembangan senjata nuklir oleh musuh bebuyutannya itu. Iran pun membalas dengan meluncurkan rudal dan drone ke berbagai wilayah Israel. Meskipun mengklaim program nuklirnya hanya untuk kepentingan damai, Teheran tidak tinggal diam atas serangan tersebut.
Data dari Human Rights Activists News Agency (HRANA) mencatat sedikitnya 639 orang tewas di Iran, termasuk sejumlah perwira militer dan ilmuwan nuklir. Sementara di Israel, lebih dari dua lusin warga sipil dilaporkan menjadi korban rudal Iran. Hingga kini, Reuters menyebut jumlah korban tersebut belum dapat diverifikasi secara independen.
Israel dilaporkan membidik fasilitas nuklir, sistem pertahanan rudal, serta pusat komando pemerintahan Iran. Bahkan, serangan tersebut ditengarai menyasar upaya menggoyang kekuasaan Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
“Apakah kami mengincar kejatuhan rezim? Itu mungkin saja menjadi konsekuensi. Tapi keputusan sejatinya ada di tangan rakyat Iran untuk bangkit dan merebut kebebasan mereka,” ujar Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dikutip Reuters, Jumat (20/06/2025).
Di pihak lain, Iran menyatakan hanya menyerang instalasi militer Israel. Namun kenyataannya, sejumlah fasilitas sipil seperti rumah sakit ikut terdampak. Israel menuduh Iran dengan sengaja menargetkan warga sipil menggunakan munisi tandan—senjata terlarang yang menyebar bom kecil di area luas. Pemerintah Iran belum memberikan respons resmi atas tuduhan itu.
Eropa dan Dunia Berpacu Tekan Konflik
Meningkatnya ketegangan membuat negara-negara Eropa bergerak cepat. Para menteri luar negeri dari Inggris, Prancis, dan Jerman, serta Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa dijadwalkan bertemu Menlu Iran Abbas Araqchi di Jenewa, Jumat ini, dalam upaya mendorong penghentian kekerasan.
“Sekarang saatnya menghentikan tragedi besar di Timur Tengah dan mencegah meluasnya konflik yang tidak menguntungkan siapa pun,” tegas Menlu Inggris, David Lammy.
Korps Garda Revolusi Iran sebelumnya menyatakan serangan rudal mereka ditujukan ke markas militer dan intelijen Israel yang berada di sekitar rumah sakit yang terdampak.
Dari Washington, Menlu AS Marco Rubio juga aktif menjalin komunikasi, termasuk dengan Australia, Prancis, dan Italia. Departemen Luar Negeri AS menegaskan bahwa seluruh pihak sepakat untuk tidak membiarkan Iran memiliki senjata nuklir.
Lewat platform X, David Lammy menyebut dua pekan ke depan adalah masa krusial untuk mendorong diplomasi.
Dari sisi Timur, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping turut menyerukan penghentian kekerasan. Keduanya menyatakan bahwa deeskalasi total sangat mendesak, demi mencegah dampak perang yang lebih luas.
Namun, posisi Amerika Serikat di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump masih belum sepenuhnya terang. Utusan khususnya untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, disebut telah menjalin kontak langsung dengan Menlu Iran dalam beberapa kesempatan sejak konflik pecah.(*)