Simalungun, Viralnya tagar “percuma lapor polisi” tampaknya akan menginspirasi netizen untuk menaikkan tagar baru yaitu “percuma lapor Komisi ASN”.
Hal ini seiring dengan tidak berdayanya Komisi ASN dalam menjembatani kisruh antara ASN dengan Pejabat Pembina Kepegawaian.
Pejabat Pembina Kepegawaian dalam hal ini kepala daerah seringkali menjadikan gonta ganti Pejabat Pimpinan Tinggi menjadi salah satu kebijakan yang “urgent”. Meskipun aroma like dan dislike dalam kebijakan tersebut sangat nyata terlihat. Namun kebijakan tersebut seakan normal dan lumrah.
Komisi ASN seharusnya hadir dan menjadi penyeimbang dalam permasalahan tersebut dengan menjadi wasit yang adil dan tidak memihak baik kepada Pejabat Pembina Kepegawaian atau Pejabat Pimpinan Tinggi.
Namun yang terjadi adalah Komisi ASN tidak mampu menempatkan dirinya sebagai wasit yang adil.
Beberapa minggu lalu, 6 orang Direktur Jenderal di Kementerian Agama diganti tanpa melalui prosedur yang ada didalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017. Sampai dengan hari ini, pergantian tersebut berjalan terus dan tidak ada sikap yang dikeluarkan oleh Komisi ASN tentang itu, selain hanya menggunakan kata, “kita sedang meneliti”.
Beberapa waktu lalu, publik juga dihebohkan dengan sikap dari Bupati Kabupaten Simalungun Sumatera Utara yang memberhentikan 18 Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dari jabatannya. Pemberhentian tersebut didasarkan kepada job fit yang diselenggarakan. Anehnya dalam rekomendasi Job Fit dari Komisi ASN salah satu poinnya jelas melarang Pejabat Pembina Kepegawaian menjadikan Job Fit sebagai ajang untuk memberhentikan Pejabat Pimpinan Tinggi dari jabatannya.
Dalam rekomendasi Komisi ASN kepada Bupati Simalungun Nomor : B-3567 /KASN/10/2021 tanggal 13
Oktober 2021, Hal : Rekomendasi Rencana Uji Kompetensi Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, yang salah satu poinnya yakni point (10), Komisi ASN menyatakan:
“Perlu kami sampaikan bahwa pelaksanaan Uji Kompetensi (jobfit) tersebut agar tidak dimaksudkan untuk kepentingan pemberhentian PPT Pratama dari jabatannya (Non Job) tanpa melalui proses yang benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku antara lain Ketentuan Undang Undang Nomor : 5 tahun 2014 tentang ASN, Peraturan Pemerintah No : 94 tahun 2021 tentang Disiplin PNS, Peraturan Pemerintah Nomor : 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS).”
Namun pasca pelaksanaan job fit (24 – 27 Oktober 2021), Bupati Simalungun melakukan pelantikan terhadap 8 orang PPT dan memberhentikan 18 PPT dari jabatannya pada tanggal 1 November 2021, tanpa adanya Surat Rekomendasi Pelantikan dari Komisi ASN.
Pelanggaran yang dilakukan oleh Bupati Simalungun tersebut, tidak digubris oleh Komisi ASN bahkan Komisi ASN seakan merestui pemberhentian PPT tersebut dengan melalui persetujuan pelaksanaan Seleksi Terbuka untuk mengisi Jabatan Tinggi Pratama yang diberhentikan tersebut.
Komisi ASN mengeluarkan Surat Rekomendasi Nomor : B-4384/KASN/12/2021 Tanggal 2 Desember 2021, Hal :
Rekomendasi Rencana Seleksi Terbuka JPT Pratama di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun. Tentu saja sikap Komisi ASN ini menjadi sebuah catatan akan cacatnya sebuah kebijakan yang diambil oleh lembaga negara.
Komisi ASN terlihat gamang ketika berhadapan dengan para wakil rakyat atau pejabat yang bertamu ke ruangannya untuk memuluskan sebuah kebijakan yang melanggar undang undang.
Publik pantas bertanya, ada apa dengan Komisi ASN karena secara jelas pada 5 November 2021, Ketua Komisi ASN dalam sebuah wawancara menyatakan bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian dalam hal ini Bupati Simalungun melanggar aturan tentang Pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang mewajibkan adanya Rekomendasi Pelantikan dari Komisi ASN.
Dan tanda tanya menjadi lebih besar karena Komisi ASN telah menugaskan asisten komisioner (askom) Kusen Kusdiana untuk melakukan pemeriksaan lapangan ke Kabupaten Simalungun dan secara jelas beliau menyatakan bahwa Pejabat Pembina Kepegawaian telah melanggar aturan dalam melakukan pemberhentian terhadap 18 PPT di lingkungan Kabupaten Simalungun.
Sikap yang tidak konsisten dari Komisi ASN ini menjadi sebuah catatan bagi semua ASN yang diperlakukan secara tidak adil oleh Pejabat Pembina Kepegawaian.
Saya yakin, kejadian seperti ini tidak hanya terjadi di Kementerian Agama RI dan Kabupaten Simalungun, bahkan di salah satu kabupaten yaitu Kabupaten Dairi, Pejabat Pimpinan Tinggi sekelas Sekretaris Daerah dipaksa turun kelas menjadi Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama.
Kalaulah memang pejabat tersebut dikenakan hukuman demosi berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang Displin PNS tentu kita semua maklum adanya, namun jika demosi terjadi karena faktor like dan dislike apalagi karena faktor tim sukses dan bukan tim sukses maka hal tersebut sungguhlah tidak adil dan jauh dari tujuan Undang Undang ASN.
Undang Undang ASN diberlakukan untuk membangun Aparatur Sipil Negara yang memiliki integritas profesional, netral, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi masyarakat serta mampu menjalankan peran sebagai unsur perekat persatuan dan kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sangat kita dambakan.
Untuk mencapai tujuan inilah, Komisi ASN didirikan sebagai sebuah institusi yang diberikan delegasi oleh Presiden. Tapi jika Komisi ASN tidak mampu untuk menjalankan tugasnya secara tegak lurus maka sia sialah perjuangan dari stakeholders yang bercita cita hadirnya ASN yang profesional.
Dan tentu saja, sebuah langkah cepat untuk memberi kekuatan ekstra kepada Komisi ASN untuk bertindak menjalankan Undang Undang secara tegak lurus.
Komisi ASN harus dibersihkan dari pribadi pribadi yang oportunis dan tidak mampu bertindak berdasarkan undang undang. Dan stakeholders harus mampu mengontrol perilaku oknum oknum di Komisi ASN yang menyimpang untuk diberikan sanksi berdasarkan Undang Undang namun KASN secara institusi harus diperkuat.