Pokok Pikiran Yang Tercatat, Untuk Apa?

Simalungun, Entah untuk apa sebuah pokok pikiran yang disampaikan oleh anggota DPRD harus dicatat detail, sangat detail bahkan. Pokok pikiran yang disajikan kepada kantor berita simantab oleh seorang sahabat beberapa hari yang lalu telah merusak seluruh tatanan wacana yang digaungkan oleh Bupati Simalungun ketika berpidato.

Jangan ada pungli, tidak ada lagi fee proyek, Ungkapnya dengan lugas dari mimbar upacara itu

Wacana yang digaungkan dengan pekikan suara yang demikian keras akhirnya harus runtuh, rontok dan menjadi cibiran netizen ketika fakta demi fakta tersaji secara nyata di hadapan publik. Dikemas dengan sebuah balutan narasi sok bersih dan jumawa seakan suci.

Dikemas dengan nama pokir. Pokir atau pokok pikiran. Bukankah setiap anggota DPRD memiliki pokok pikiran yang dituangkan dalam setiap rapat demi rapat yang dilakukannya? Baik rapat komisi, rapat fraksi hingga kepada rapat paripurna?

Pokir ini bukan sembarang pokir. Pokir ini memiliki sebuah nilai bahkan hingga kepada titik pokir itu berada. Pokir yang disajikan oleh seseorang kepada kantor berita simantab lebih tepat disebut sebagai daftar proyek.

Alangkah ruginya masyarakat kabupaten simalungun jika anggota DPRD nya dihargai hanya senilai pokok pikiran yang beredar luas di masyakarat. Pokir yang tersebar (setidaknya diperoleh redaksi) menjadi sebuah anomali dari gagasan tentang good goverment. Ini adalah sebuah modus operandi suap kalangan eksekutif dan legislatif.

Basuki Tjahaja Purnama (AHOK) pernah berteriak tentang hal tersebut, Ahok menilai bahwa pokir adalah teknik anggota DPRD untuk menggasak APBD.

Saya tidak akan mentoleransi adanya pokir. Tidak boleh ada pokir dalam APBD, kata AHOK

Pokir yang dimaknai sebagai sarana penyampaian aspirasi masyarakat dari DPRD kepada eksekutif dalam Pasal 55 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010. Salah satu tugas Badan Anggaran DPRD

“memberikan saran dan pendapat berupa pokok-pokok pikiran DPRD kepada kepala daerah dalam mempersiapkan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah paling lambat 5 (lima) bulan sebelum ditetapkannya APBD”

Namun beredar kabar, modus operandi pokir adalah jaminan proyek tersebut dikelola dan diberikan oleh eksekutif kepada anggota DPRD, Setiap anggota DPRD diberikan jatah pokok pikiran dan anggota DPRD tersebut akan diberikan juga keleluasaan untuk mengerjakannya atau memberikan proyek tersebut kepada koleganya.

Apakah hal tersebut terjadi di Kabupaten Simalungun? Setidaknya simantab mendapat informasi bahwa ada proyek proyek dari anggota DPRD Kabupaten Simalungun yang hari ini ditawarkan kepada beberapa penyedia barang dan jasa.

Dan tentu saja isu isu persekongkolan antara DPRD dan eksekutif menjadi sebuah realita yang disadari secara nyata oleh masyarakat terutama penggiat anti korupsi di Simalungun, tetapi susahnya bagi masyarakat awam untuk membongkar ruang ruang gelap persekongkolan ini telah menyurutkan nyali dari sebagian kalangan untuk bersuara.

Dan redaksi simantab sudah menelusuri daftar proyek yang dinyatakan dalam dokumen pokir dimaksud dan memang proyek tersebut 100 persen tercatat dalam LPSE Kabupaten Simalungun.

Catatan:

Tulisan ini dilindungi dengan Hak Tolak Undang Undang Pers. Nama nara sumber dan dokumen pokok pikiran sebagian anggota DPRD ada pada redaksi.

Iklan RS Efarina