Jika fasilitas terminal selesai, tapi PO Bus masih beroperasi di tengah kota, maka izinnya akan dicabut.
Pematangsiantar|Simantab – Pemerintah Kota Pematangsiantar menegaskan komitmennya untuk memusatkan seluruh operasional bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) ke Terminal Tipe A Tanjung Pinggir. Ancaman pencabutan izin trayek pun dilontarkan bagi perusahaan otobus (PO) yang enggan mematuhi kebijakan ini.
Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pematangsiantar, Julham Situmorang, menyampaikan bahwa langkah tegas ini merupakan hasil koordinasi dengan Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara. Menurutnya, operasional bus yang masih dilakukan di pusat kota akan menjadi dasar pencabutan izin trayek oleh pemerintah provinsi.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Dishub Provinsi. Jika fasilitas terminal selesai, tapi PO Bus masih beroperasi di tengah kota, maka izinnya akan dicabut,” ujar Julham, Kamis (17/7/2025).
Saat ini, proses perbaikan dan peningkatan infrastruktur di Terminal Tanjung Pinggir masih berlangsung. Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) tengah menyelesaikan peningkatan fasilitas jalan, sistem penerangan, dan aspek pendukung lainnya. Julham memastikan bahwa PO Bus sebelumnya telah menyepakati pemindahan tersebut setelah fasilitas terminal rampung.
Perombakan Akses dan Rute Masuk Kota
Sementara itu, Kepala Seksi Manajemen Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dishub Pematangsiantar, Tohom Lumban Gaol, menjelaskan bahwa pihaknya tengah mengkaji perubahan status sejumlah ruas jalan kota menjadi jalan negara. Tujuannya untuk memudahkan akses bus menuju Terminal Tanjung Pinggir.
“Kami ingin memastikan rute yang dilalui bus AKAP dan AKDP legal dan nyaman. Jalur dari Jalan Pendeta Wismar Saragih, GKPS, Kantor PUTR, TPA, hingga Terminal Tanjung Pinggir akan kami ajukan menjadi jalan negara,” jelas Tohom.
Ia juga menyoroti keberadaan 18 akses masuk ke kota yang akan dimanfaatkan untuk mendukung mobilitas menuju terminal. Jalur-jalur itu meliputi Jalan Medan, Asahan, Tanah Jawa, Pane Tonga, Parapat, Sidamanik, Rindam, Sibatu-batu, H. Ulakma Sinaga, hingga Karangsari.
“Semua jalur ini akan kami integrasikan untuk menunjang kelancaran operasional bus dan mendukung pertumbuhan ekonomi di Pematangsiantar,” kata Tohom.
Ia menambahkan, kebijakan ini sejalan dengan visi pembangunan Wali Kota Wesley Silalahi dalam menata transportasi darat dan mengurangi kemacetan di pusat kota.
Dewan Ingatkan Risiko Sosial dan Ekonomi
Namun, langkah tegas Dishub menuai sorotan dari DPRD Kota Pematangsiantar. Anggota Komisi III, Erwin Freddy Siahaan, mengingatkan agar pemerintah tidak tergesa-gesa memaksa PO Bus pindah sebelum semua fasilitas benar-benar siap digunakan.
“Kalau penerangan, jalan, dan keamanan belum tuntas, jangan paksakan. Bisa jadi ini justru menciptakan masalah baru,” kata Erwin.
Ia juga menyoroti dampak sosial dan ekonomi dari pemindahan terminal. Menurutnya, pusat kota yang selama ini menjadi titik keramaian transportasi akan kehilangan denyut ekonominya.
“Warung makan, toko oleh-oleh, dan penginapan yang hidup dari aktivitas penumpang bisa terdampak. Ini perlu dikaji dengan serius,” ujarnya.
Selain itu, para operator bus kemungkinan akan menghadapi tantangan baru, seperti penyesuaian jadwal, biaya tambahan, hingga kesulitan menentukan titik penjemputan di dalam kota. Ia menilai pemerintah harus menjamin adanya moda penghubung dari pusat kota ke terminal dan sebaliknya.
“Tanpa transportasi penghubung yang memadai, masyarakat pengguna jasa bus justru akan kesulitan,” imbuhnya.
Erwin juga meminta Dishub transparan soal isi kesepakatan dengan PO Bus dan menjamin tak ada pihak yang dirugikan. Ia menegaskan DPRD akan terus mengawal kebijakan ini agar tidak menjadi kebijakan sepihak.
“Keberhasilan pemindahan terminal ini tak hanya soal infrastruktur, tapi juga soal kenyamanan, keamanan, dan keberlanjutan. Jangan sampai jadi pemindahan paksa yang menambah beban masyarakat,” tegasnya.
Dengan ancaman pencabutan izin sebagai alat tekan, pemerintah kota tampak serius mengalihkan operasional bus ke Terminal Tanjung Pinggir. Namun, tanpa kesiapan menyeluruh dan solusi konkret atas dampak sosial-ekonomi, kebijakan ini berpotensi menjadi kontroversi panjang yang menyulitkan lebih banyak pihak daripada menyelesaikan masalah.(putra purba)