Kuasa hukum menilai tuduhan yang diarahkan secara personal berpotensi melanggar Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.
Simalungun|Simantab – Polemik pengadaan seragam olahraga bagi siswa SD dan SMP di Kabupaten Simalungun kian memanas. Aksi yang diduga bermuatan kepentingan ini menyeret nama pengusaha lokal, memunculkan somasi, dan menimbulkan perdebatan mengenai batas antara kritik publik dan pencemaran nama baik.
Mahasiswa yang berunjuk rasa menuding adanya praktik korupsi dalam proyek tersebut. Mereka mendesak Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun segera mengusut kasus ini. Namun, aksi itu berbuntut panjang setelah nama dengan inisial SB disebut dalam orasi massa. Tuduhan bahwa ia adalah salah satu vendor proyek membuat pihak keluarga dan kuasa hukumnya angkat bicara.
Kuasa Hukum Luruskan Tuduhan
Pengacara dari Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Rendi Associates, Rendi Aditia, menegaskan bahwa kliennya sama sekali tidak terlibat dalam pengadaan seragam. Pihaknya bahkan telah melayangkan somasi kepada pimpinan aksi berinisial AN.
“Massa aksi kebablasan dan tidak menjaga harkat serta martabat orang lain. Klien kami tidak mengetahui pelaksanaan proyek pengadaan seragam olahraga SD dan SMP di Kabupaten Simalungun, apalagi bertindak sebagai vendor sebagaimana dituduhkan,” ujar Rendi, Selasa (16/9/2025).
Menurut Rendi, kliennya sudah berusaha meluruskan kesalahpahaman lewat komunikasi, termasuk melalui pesan WhatsApp. Namun, langkah itu justru dituding sebagai ancaman dan disebarkan ke media sosial.
“Melalui akun Facebook yang kami duga milik pimpinan aksi, muncul narasi seolah klien kami mengancam. Padahal, itu jelas upaya menjatuhkan harkat dan martabat klien kami di mata publik,” tambahnya.
Somasi dan Rencana Jalur Hukum
Kuasa hukum menilai tuduhan yang diarahkan secara personal berpotensi melanggar Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik. Mereka menyiapkan langkah hukum, mulai dari somasi hingga kemungkinan gugatan pidana.
“Kami masih memberi kesempatan agar pihak bersangkutan menyampaikan permintaan maaf. Bila somasi tidak diindahkan, kami siap menempuh jalur hukum lanjutan,” tegas Rendi.
Ia menekankan, kebebasan berpendapat memang hak warga, tetapi asas praduga tak bersalah harus dijunjung agar tidak merugikan pihak lain.
Pandangan Pakar Hukum: Antara Kritik dan Etika Hukum
Pakar hukum pidana Universitas Sumatera Utara, Ediwarman, menilai kasus ini menggambarkan dua sisi persoalan hukum: hak menyampaikan kritik dan kewajiban menjaga kehormatan individu.
“Mahasiswa berhak melakukan demonstrasi dan menyuarakan kritik terhadap dugaan korupsi. Itu bagian dari demokrasi. Tetapi, tuduhan personal tanpa bukti kuat bisa dikategorikan sebagai pencemaran nama baik dengan konsekuensi hukum,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa fokus kritik seharusnya diarahkan pada institusi dan proses hukum, bukan kepada individu yang belum terbukti terlibat. Menurutnya, Kejari Simalungun punya peran krusial untuk mengusut dugaan korupsi sekaligus memastikan proses hukum berjalan transparan.
“Kalau dugaan korupsi benar ada, harus diusut sampai tuntas. Tetapi bila tuduhan dipakai untuk menjatuhkan reputasi pribadi, itu penyalahgunaan kebebasan berpendapat,” tegas Ediwarman.
Antara Idealitas Gerakan dan Kepentingan Tersembunyi
Ediwarman menilai aksi mahasiswa yang mengusung semangat antikorupsi mencerminkan keresahan publik. Namun, klaim bahwa gerakan tersebut dimanfaatkan pihak tertentu menimbulkan tanda tanya soal kemurnian perjuangan mahasiswa.
“Alih-alih fokus pada dugaan markup seragam, publik justru disuguhi drama antara mahasiswa, pengacara, dan tuduhan pencemaran nama baik,” katanya.
Menurutnya, sorotan kini tertuju pada Kejari Simalungun: apakah benar ada praktik markup, atau isu ini justru tenggelam dalam konflik personal.
Masyarakat Kabupaten Simalungun, yang menjunjung tinggi falsafah Habonaron Do Bona (kebenaran adalah pokok), kini menanti bukti konkret. Semangat antikorupsi mahasiswa harus tetap menjaga kehormatan individu yang membutuhkan dasar fakta dan proses hukum yang jelas.(Putra Purba)