Fenomena respons cepat polisi terhadap laporan masyarakat yang berkaitan dengan uang turut dikritisi akademisi hukum pidana Universitas Sumatera Utara, Dr Mahmud Mulyadi.
Simalungun|Simantab – Sejumlah pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan kepala sekolah di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun menjadi sorotan setelah beredar isu pemanggilan oleh pihak kepolisian terkait dugaan penggunaan anggaran yang tidak sesuai prosedur.
Isu ini menimbulkan keresahan di kalangan birokrasi, meski pihak kepolisian menegaskan bahwa hal tersebut hanya bagian dari proses klarifikasi.
Kapolres Simalungun, AKBP Marganda Aritonang, menyatakan surat yang dilayangkan kepada para pejabat bukanlah surat panggilan resmi, melainkan undangan klarifikasi.
“Surat undangan jangan dianggap sebagai intimidasi. Ini salah satu bentuk dukungan kami untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih,” jelasnya saat ditemui di Kantor Polres Simalungun, Rabu (3/9/2025).
Kanit Tipikor Polres Simalungun, Ricardo BF Pasaribu, menambahkan bahwa undangan tersebut merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat terkait dugaan penyalahgunaan anggaran.
Baca Juga : Pemkab Simalungun Bangun Aula Polres Simalungun Senilai Rp 4 Miliar
“Kami mengundang mereka untuk mengonfirmasi kebenaran laporan yang kami terima,” ujarnya.
Sementara itu, Inspektorat Simalungun mengaku belum menerima informasi resmi mengenai proses klarifikasi.
“Hingga saat ini belum ada informasi terkait pemanggilan pejabat,” kata Inspektur Roganda Sihombing.
Ia menegaskan pihaknya siap berkoordinasi jika ada temuan lebih lanjut, termasuk apabila mengarah pada operasi tangkap tangan.
Uang Jadi Prioritas Polisi Bergerak Cepat?
Fenomena respons cepat polisi terhadap laporan masyarakat yang berkaitan dengan uang turut dikritisi akademisi hukum pidana Universitas Sumatera Utara, Dr Mahmud Mulyadi. Menurutnya hal ini menggambarkan ketidakseimbangan dalam penegakan hukum.
“Kenapa polisi cepat merespons kasus terkait uang, sementara kasus kriminal biasa seperti pencurian sering kali lambat ditangani? Pola seperti ini menimbulkan ketidakpercayaan publik,” ujar Mahmud.
Ia menilai jika polisi hanya bergerak cepat pada dugaan korupsi, masyarakat bisa menilai bahwa uang menjadi satu-satunya prioritas.
Menurutnya, pemberantasan korupsi memang penting karena masuk kategori kejahatan luar biasa dengan dampak luas. Namun, penegakan hukum terhadap kejahatan konvensional juga tidak boleh diabaikan. “Keadilan sosial tidak boleh dipandang sebelah mata,” tegasnya.
Mahmud menjelaskan, laporan terkait uang biasanya lebih cepat ditindaklanjuti karena sering disertai bukti yang relatif jelas, seperti dokumen dan kontrak, serta menyangkut potensi kerugian negara.
“Jika ditemukan penyimpangan, harus diproses hukum dengan tegas. Sebaliknya, jika tidak terbukti, nama baik pejabat harus dipulihkan,” ujarnya.
Respons cepat aparat penegak hukum terhadap hal-hal berbau proyek pemerintah juga terjadi di Pematangsiantar
Di daerah ini mencuat isu dugaan intervensi aparat penegak hukum terhadap kelompok kerja (Pokja) proyek, yang membuat proses lelang rawan bias dan tidak transparan.
Dugaan intervensi itu berawal dari kabar adanya tekanan pihak kejaksaan kepada Pokja Unit Layanan Pengadaan (ULP) agar memenangkan rekanan tertentu dalam proyek infrastruktur.
Informasi ini memicu kegelisahan di kalangan kontraktor dan aktivis antikorupsi, karena Pokja dianggap tidak lagi bekerja independen.
Praktik semacam ini dinilai dapat melumpuhkan persaingan sehat dan membuka ruang penyalahgunaan kewenangan.(Putra Purba)