Jakarta – Memperingati Hari Bhayangkara yang jatuh pada 1 Juli, Institute for Criminal Justice and Reform (ICJR) mendorong kepolisian agar lebih akuntabel dan berperspektif HAM.
Ini mengingat kepolisian sebagai penyelidik dan penyidik memiliki kewenangan yang sangat besar dalam penegakan hukum pidana, seperti melakukan upaya paksa mulai dari penangkapan, penahanan, penggeledahan, hingga penyitaan.
Namun, ICJR menyoroti aparat kepolisian kerap kali dalam melaksanakan kewenangannya tersebut bertentangan dengan ketentuan hukum acara pidana dan melanggar kebebasan sipil seperti hak atas privasi dan menyatakan ekspresi/pendapat.
“ICJR mendorong adanya reformasi sektor kepolisian agar lebih akuntabel dan berperspektif HAM. Institusi kepolisian diharapkan dapat berkomitmen untuk misi ini khususnya dengan mendukung revisi KUHAP supaya lebih mengakomodir jaminan perlindungan HAM dan sistem akuntabilitas yang lebih efektif terhadap upaya paksa,” kata peneliti ICJR Iftitah Sari dalam siaran pers, Kamis (1/7/2021).
Menurut Iftitah Sari, ICJR berpandangan bahwa kewenangan upaya paksa saat ini yang diberikan KUHAP dalam rangka penyidikan kerap dilakukan dengan tanpa dasar yang akhirnya berakibat melanggar kebebasan sipil warga negara.
Misalnya, aparat kepolisian sering melakukan penggerebekan pada ruang-ruang pribadi warga tanpa alasan yang sah secara hukum.
Baca juga:
- AJI Medan Tuntut Polisi Ungkap Pembunuhan Jurnalis Mara Salem Harahap
- Polisi Siantar Bekuk 2 Kaki Tangan Mafia Narkoba
Sayangnya, hal ini kemudian justru malah semacam mendapat justifikasi dengan adanya glorifikasi melalui tayangan televisi. Padahal tindakan intrusi terhadap ruang privat warga negara tersebut jelas berlawanan dengan ketentuan Pasal 33 KUHAP yang mewajibkan penggeledahan perlu membawa surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri.
“Bentuk-bentuk intrusi terhadap kebebasan sipil lainnya yang tanpa dasar juga terjadi ketika polisi menghentikan seseorang dan melakukan penggeledahan badan terhadapnya dengan dipaksa untuk melakukan tes urin misalnya,” terangnya.
ICJR kata dia, juga menyoroti tindakan upaya paksa dari aparat kepolisian yang masih melakukan penangkapan sewenang-wenang khususnya terhadap massa yang melakukan aksi demonstrasi untuk menyampaikan ekspresi yang sah.
ICJR mendorong adanya komitmen dari institusi kepolisian untuk berbenah agar lebih akuntabel dan berperspektif HAM
Pasal 21 KUHAP jelas mengatur bahwa penangkapan hanya boleh dilakukan terhadap orang-orang yang ditetapkan sebagai tersangka jika ada bukti permulaan yang cukup.
Namun berdasarkan temuan-temuan dari beberapa lembaga masyarakat sipil seperti KontraS dan PBHI, aparat kepolisian di lapangan ternyata banyak melakukan penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang bahkan dengan disertai penggunaan kekuatan yang berlebihan seperti dengan kekerasan, salah satunya pada saat aksi menolak UU Cipta Kerja pada Oktober 2020.
Pada isu upaya paksa yang lainnya, ICJR sambung dia, juga menemukan beberapa kasus di mana penyidik kepolisian melakukan penyitaan yang tidak sesuai dengan ketentuan KUHAP.
Misalnya, pada kasus-kasus yang terakhir disorot media seperti kasus penangkapan musisi Anji dan Jeff Smith terkait perkara narkotika, penyidik juga menyita buku-buku atau literasi terkait tanaman ganja sebagai barang bukti.
Padahal penyitaan tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan proses pidana yang disangkakan sehingga bertentangan dengan Pasal 39 ayat (1) KUHAP yang menentukan kriteria barang-barang yang dapat dilakukan penyitaan, antara lain barang yang diperoleh/sebagai hasil dari tindak pidana, barang yang digunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana, barang yang digunakan untuk menghalangi penyidikan, benda khusus yang diperuntukkan untuk tindak pidana, dan benda yang mempunyai kaitan langsung dengan tindak pidana.
ICJR pun mencermati bahwa temuan-temuan tindakan aparat kepolisian yang di luar kewenangannya sebagaimana disebutkan di atas juga dapat terjadi karena tidak adanya sistem akuntabilitas yang efektif dalam sistem peradilan pidana Indonesia saat ini untuk mengimbangi pelaksanaan kewenangan upaya paksa yang sangat besar tersebut.
“Pada momen perayaan Hari Bhayangkara yang ke-75 ini, ICJR mendorong adanya komitmen dari institusi kepolisian untuk berbenah agar lebih akuntabel dan berperspektif HAM,” tukasnya.
Dalam rangka mendukung penguatan tersebut dalam tataran kebijakan, ICJR meminta institusi kepolisian agar mendukung misi reformasi sektor kepolisian melalui revisi KUHAP yang dapat memperkuat jaminan perlindungan HAM dan membentuk sistem pengawasan yang efektif terhadap kewenangan upaya paksa. []