Penyebab keracunan karena masih ada sejumlah SPPG yang belum menerapkan SOP dengan benar,
Jakarta|Simantab – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan sejumlah instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk menanggapi tingginya kasus keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Hal itu disampaikan Dadan setelah bertemu langsung dengan Prabowo pada Sabtu (27/9/2025).
Menurutnya, meski sempat berada di luar negeri saat kasus keracunan MBG marak, Prabowo terus memantau perkembangan dan segera memanggil dirinya begitu tiba di Tanah Air.

“Sesaat kejadian itu (keracunan MBG) marak, Presiden memang sedang di luar negeri. Jadi setibanya di Indonesia, Sabtu pukul 18.30, Presiden langsung memanggil saya,” ujar Dadan, dikutip dari YouTube KompasTV, Senin (29/9/2025).
Laporan BGN ke Presiden
Dalam pertemuan itu, Dadan melaporkan pembentukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang kini berjumlah 6.636 unit. Ia juga menyampaikan data kasus keracunan MBG yang tercatat 24 kasus pada Januari–Juli 2025, dan melonjak menjadi 47 kasus hanya dalam dua bulan terakhir.
“Pak Presiden prihatin dengan kejadian tersebut, lalu menanyakan kira-kira apa penyebabnya,” kata Dadan.
Instruksi Prabowo
Dadan menyebut, ada sejumlah arahan yang diberikan Presiden Prabowo, antara lain:
-
Perketat tata kelola SPPG
Prabowo meminta penerapan standar operasional prosedur (SOP) di seluruh SPPG dilakukan lebih ketat. -
Setiap SPPG memiliki juru masak terlatih
Ia mendorong agar semua SPPG dipimpin koki atau juru masak yang benar-benar memahami standar pengolahan makanan. -
Rapid test hasil masakan
Setiap makanan hasil produksi SPPG wajib melalui uji cepat (rapid test) sebelum didistribusikan. -
Jaminan higienitas
Prabowo menginstruksikan agar tiap SPPG memiliki alat sterilisasi food tray, menggunakan air bersih dan terjamin mutunya, serta memastikan proses pencucian sesuai standar higienis.
Masalah di SPPG
Dadan juga menyoroti adanya sejumlah SPPG yang belum menerapkan SOP dengan benar, salah satunya di Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat.
“Contohnya di Cipongkor, dari pemilihan bahan baku saja sudah menyalahi aturan,” jelasnya.
Seharusnya bahan baku dibeli dua hari sebelum program berlangsung, dan proses memasak dilakukan sejak dini hari agar makanan tidak lebih dari empat jam sampai ke penerima manfaat.
“Namun mereka membeli bahan pada Sabtu, baru dimasak Rabu. Itu pun dimasak pukul 09.00 malam,” ungkap Dadan.
Menurutnya, kasus seperti ini terjadi karena beberapa SPPG masih tergolong baru, namun langsung menargetkan produksi dalam jumlah besar tanpa pengalaman yang cukup.(*)