Potensi kerugian negara akibat pengoplosan beras mencapai Rp100 triliun per tahun. Jika dibiarkan, angka itu bisa membengkak menjadi Rp1.000 triliun dalam lima tahun.
Jakarta|Simantab – Presiden Prabowo Subianto meledak amarahnya saat menyoroti praktik pengoplosan beras subsidi menjadi beras premium. Dalam pidato pada peringatan Hari Lahir ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (24/7/2025), ia menyebut praktik tersebut sebagai tindakan pidana, serakah, dan kurang ajar.
“Bayangkan ya, beras kita disubsidi dari benih, pupuk—bahkan pabrik pupuk milik negara. Pestisida disubsidi. Waduk dan irigasi dibangun pakai uang rakyat. Alat-alat pertanian pakai bahan bakar yang disubsidi rakyat. Tapi begitu digiling, malah dikemas ulang, dijual sebagai beras premium,” tegas Prabowo.
Prabowo mengecam keras perilaku mafia beras yang menjual beras subsidi dengan harga lebih mahal hingga Rp5.000 sampai Rp6.000 per kilogram hanya karena kemasan premium.
“Ini pidana. Ini tidak benar. Kurang ajar itu. Serakah!” seru Prabowo di hadapan ribuan kader PKB yang hadir dan menjawab “tidak!” saat ditanya apakah praktik itu dapat dibenarkan.
Ia mengungkapkan, potensi kerugian negara akibat pengoplosan beras mencapai Rp100 triliun per tahun. Jika dibiarkan, angka itu bisa membengkak menjadi Rp1.000 triliun dalam lima tahun.
“Itu kekayaan bangsa yang hilang, yang seharusnya bisa digunakan untuk membangun sekolah, rumah sakit, pelayanan rakyat,” kata Prabowo.
Presiden menegaskan tidak akan tinggal diam. Ia telah memerintahkan Kapolri dan Jaksa Agung untuk mengusut tuntas praktik pengoplosan beras dan menyita seluruh aset para pelaku.
“Saya sudah beri tugas kepada Kapolri dan Jaksa Agung. Usut, tindak, dan sita asetnya,” tegasnya.
Dalam pidatonya, Prabowo juga mengutip Pasal 33 Ayat 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa cabang produksi penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara.
“Produksi beras ini menyangkut hajat hidup orang banyak atau tidak?” tanya Prabowo, yang disambut kompak oleh hadirin: “Ya!”
Tak hanya soal beras, Prabowo juga menyindir keras sistem ekonomi nasional yang memungkinkan kelangkaan minyak goreng di negara produsen kelapa sawit terbesar dunia.
“Indonesia produsen kelapa sawit terbesar di dunia, tapi minyak goreng bisa hilang. Ini mazhab apa ini? Saya sampai bingung. Ini bukan neolib, bukan kapitalis. Ini mazhab serakahnomics!” cetus Prabowo.
Pernyataan itu langsung disambut tawa dan tepuk tangan peserta acara. Prabowo bahkan menyarankan agar universitas membuka program studi baru.
“Tolong kawan-kawan di universitas, yang pintar-pintar itu, tolong buka bidang studi baru: serakahnomics,” katanya disambut gelak tawa.(*)