Presiden Prabowo Subianto mengecam korupsi CPO senilai Rp 17,7 triliun yang disebutnya sebagai kejahatan tak manusiawi. Ia apresiasi langkah Kejagung dan tegaskan komitmen hukum.
Jakarta|Simantab – Presiden Prabowo Subianto mengecam keras praktik korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak goreng yang merugikan negara hingga Rp 17,7 triliun. Ia menyebut perbuatan tersebut bukan sekadar keserakahan, tetapi bentuk kejahatan yang menyengsarakan masyarakat.
Kasus besar itu menyeret tiga korporasi terkemuka, yakni Permata Hijau Group, Musim Mas Group, dan Wilmar Group. Ketiga perusahaan tersebut terbukti melakukan penyimpangan dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan diwajibkan mengembalikan uang pengganti kepada negara.
Korupsi yang Lukai Rakyat
Prabowo menilai, korupsi di sektor strategis seperti minyak sawit tidak hanya merusak perekonomian, tetapi juga menimbulkan penderitaan sosial. Ia mengingatkan bahwa akibat ulah para pelaku, rakyat kecil harus menghadapi kelangkaan dan lonjakan harga minyak goreng selama berminggu-minggu.
“Hasilnya diambil, dikeruk, dibawa ke luar negeri, sementara rakyat kesulitan minyak goreng. Ini tindakan yang kejam dan tidak manusiawi,” kata Prabowo di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (20/10/2025).
Dugaan Subversi Ekonomi
Dalam kesempatan itu, Presiden juga menyinggung kemungkinan bahwa praktik korupsi CPO tersebut tidak hanya persoalan moral, tetapi bisa dikategorikan sebagai tindakan subversi ekonomi.
“Apakah ini hanya soal keserakahan, atau sudah masuk kategori subversi ekonomi terhadap negara?” ujarnya tegas.
Apresiasi untuk Kejagung
Prabowo menyampaikan apresiasi kepada Kejaksaan Agung yang telah berhasil menindak tegas kasus tersebut. Dari total kerugian Rp 17,7 triliun, sebanyak Rp 13,2 triliun sudah berhasil dikembalikan ke kas negara.
Meski begitu, Prabowo menegaskan bahwa tugas penegakan hukum belum selesai. Pemerintah, katanya, masih harus menghadapi berbagai pelanggaran besar lain, termasuk aktivitas tambang ilegal dan penyelundupan komoditas strategis yang terus merugikan negara.
Soroti Kasus Timah
Sebagai perbandingan, Prabowo menyoroti penyelundupan timah di Bangka Belitung yang disebut menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp 20 triliun per tahun. Jika berlangsung selama dua dekade, nilainya bisa mencapai sekitar Rp 800 triliun.
“Angka itu luar biasa besar. Karena itu, kita harus memastikan kekayaan alam bangsa benar-benar digunakan untuk kesejahteraan rakyat,” tandasnya.
Komitmen Pemerintah
Presiden menegaskan komitmennya untuk memperkuat sistem hukum agar praktik korupsi, penyelundupan, dan eksploitasi sumber daya tidak lagi dikuasai oleh segelintir pihak.
“Negara harus hadir dan mengambil langkah tegas agar kekayaan bangsa digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” pungkasnya.(*)
