Pembongkaran trotoar di Jalan Adam Malik, Pematangsiantar, memicu pertanyaan publik terkait urgensi dan kualitas proyek senilai Rp 399 juta yang dikebut menjelang akhir tahun. Pengamat menilai pengerjaan di musim hujan berisiko menurunkan mutu konstruksi.
Pematangsiantar|Simantab – Pembongkaran trotoar di depan gedung DPRD dan Pengadilan Negeri di Jalan Adam Malik, Kota Pematangsiantar, menjadi perhatian warga. Trotoar yang sebelumnya tampak masih layak kini hampir seluruhnya dirobohkan. Puing beton menumpuk, debu merah beterbangan, dan garis kuning membatasi area pekerjaan.
Papan informasi proyek menjelaskan bahwa pekerjaan tersebut merupakan “Rekonstruksi Trotoar Jalan Adam Malik (PN)” yang dikerjakan mulai 1 Desember 2025 dengan anggaran APBD senilai Rp 399.480.000. Proyek ini dikerjakan selama 30 hari kalender dengan penyedia jasa CV Simalungun Milenial Berkarya.
Warga Pertanyakan Urgensi Proyek
Waktu pelaksanaan yang berdekatan dengan akhir tahun memicu pertanyaan publik. Sebagian warga menilai kondisi trotoar sebelumnya masih cukup baik sehingga pembongkaran dianggap tidak mendesak dan hanya bagian dari pola “kejar tayang” proyek menjelang tutup anggaran.
Kepala Dinas PUTR Pematangsiantar, Sofian Purba, mengatakan beberapa trotoar di kota memang mengalami kerusakan dan tidak ramah bagi penyandang disabilitas netra karena minimnya guiding block. Ia menambahkan bahwa kerusakan drainase yang berada di bawah trotoar juga sering memengaruhi kekuatan struktur di atasnya.
“Beton penutup drainase sudah rapuh atau tanah di bawah trotoar amblas akibat aliran air. Itu memengaruhi kekuatan trotoar,” ujarnya, Kamis (11/12/2025).
Sofian menjelaskan bahwa rekonstruksi trotoar merupakan bagian dari paket pekerjaan terintegrasi yang mencakup peningkatan jalan, perbaikan drainase, pemasangan kanstin, dan penguatan struktur penutup saluran. Namun, ia tidak memberikan penjelasan detail mengenai alasan teknis mengapa pekerjaan kembali dilakukan pada penghujung tahun.
Pengerjaan di Akhir Tahun Dinilai Berisiko
Dosen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara, Ridwan Anas, menilai pengerjaan jalan dan trotoar pada akhir tahun sangat berisiko menurunkan kualitas. Ia menjelaskan bahwa lapisan prime coat membutuhkan waktu pengeringan ideal 2–4 jam, namun pada musim hujan proses itu bisa jauh lebih lama.
“Jika dipaksakan, ikatan antar lapisan tidak sempurna dan konstruksi cepat rusak,” ujarnya, Rabu (10/12/2025).
Ia juga mengingatkan potensi segregasi pada base A yang sering terjadi pada proyek yang dikebut. Jika segregasi terjadi, seharusnya lapisan pondasi dibongkar total dan diganti sesuai spesifikasi Bina Marga, bukan hanya dipadatkan ulang.
Ridwan meragukan pemenuhan standar SNI 1743:2008 terkait kepadatan tanah minimal 100 persen ketika pekerjaan dilakukan secara terburu-buru. Ia menambahkan bahwa suhu hotmix dan adukan semen juga sering diabaikan ketika kontraktor mengejar batas waktu.
Pengamat: Masalah Berulang dalam Siklus Anggaran Daerah
Pengamat Ilmu Pemerintahan dari FISIP USU, Yurial Arief Lubis, menilai fenomena proyek menumpuk di akhir tahun merupakan akibat dari panjangnya proses administrasi, mulai dari perencanaan teknis, pengesahan APBD, revisi anggaran, hingga tender yang terlambat.
“Begitu satu tahap tertunda, semua bergeser. Akhirnya pekerjaan fisik baru dimulai di pertengahan atau akhir tahun,” ujarnya, Kamis (11/12/2025).
Ia menyebut percepatan proyek menjelang tutup tahun membuka ruang turunnya kualitas sekaligus potensi penyimpangan karena fokus lebih pada serapan anggaran daripada mutu pekerjaan. Selain itu, dinamika politik dalam pembahasan APBD dan P-APBD turut memperlambat penetapan kegiatan.
Yurial menyarankan pemerintah daerah melakukan tender dini, mempercepat perencanaan teknis, dan memperkuat pengawasan sejak awal tahun untuk memutus pola proyek akhir tahun yang terus berulang.(Putra Purba)







