Pengamat kebijakan publik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Tunggul Sihombing, menilai fasilitas layak bagi kepala daerah memang wajar, namun skala prioritasnya patut dipertanyakan.
Pematangsiantar|Simantab – Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar mengalokasikan lebih dari Rp2 miliar untuk rehabilitasi rumah dinas (rumdin) wali kota dan wakil wali kota. Proyek yang tercatat dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) ini sontak menjadi sorotan, menimbulkan perdebatan soal urgensi dan skala prioritas anggaran publik.
Dua Paket Proyek, Hampir Rp2 Miliar Lebih
Berdasarkan data Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Pematangsiantar, proyek ini terbagi dua:
-
Rumah Dinas Wali Kota – kode tender 10062471000 dengan pagu Rp1.499.841.000 dan HPS Rp1.499.839.555. Pemenang tender adalah CV Fadli Jaya dari Tebing Tinggi, dengan durasi pengerjaan 90 hari.
-
Rumah Dinas Wakil Wali Kota – kode tender 10062425000 dengan anggaran Rp499.833.000 dan HPS Rp499.828.766. Pengerjaannya juga ditargetkan 90 hari.
Kepala UKPBJ Setda Kota Pematangsiantar, Santo Simanjuntak, membenarkan tender sudah selesai dan segera masuk tahap pelaksanaan. “Pembangunan dilakukan bertahap, dimulai dari rumah dinas wakil wali kota,” ujarnya, Jumat (12/9/2025).
Justifikasi Pemerintah: Mendesak dan Prioritas
Kepala Bappeda, Dedi Idris Harahap, menyebut renovasi ini tak bisa ditunda. Menurutnya, kondisi kedua rumah dinas sudah tidak layak dan membahayakan.
“Rumah dinas wali kota sudah kurang layak, sementara rumdin wakil wali kota sempat lama kosong. Ada atap bocor, plafon rusak karena rembesan air, instalasi listrik tua, kamar mandi butuh perbaikan, hingga pengecatan ulang bangunan dan pagar,” jelasnya.
Dedi menambahkan, pemeliharaan besar baru kali ini dianggarkan sehingga kerusakan terakumulasi. “Kami efektifkan semaksimal mungkin anggarannya untuk mengatasi masalah-masalah tersebut,” ujarnya.
Pengamat: Gagalnya Pemeliharaan Aset
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Tunggul Sihombing, menilai fasilitas layak bagi kepala daerah memang wajar, namun skala prioritasnya patut dipertanyakan.
“Pertanyaan utamanya bukan boleh atau tidak, tetapi apakah ini prioritas. Saat banyak infrastruktur publik seperti jalan, drainase, atau fasilitas pendidikan mendesak, apakah renovasi Rp2 miliar untuk rumah dinas sudah pilihan paling bijak?” katanya.
Tunggul juga menilai justifikasi “kurang layak” dan “berbahaya” semestinya didukung audit teknis independen, bukan sekadar persepsi. Menurutnya, proyek ini menunjukkan kegagalan pemeliharaan rutin aset daerah.
“Kalau pemeliharaan dilakukan berkala, biaya tidak akan membengkak jadi miliaran. Pemerintah tampak reaktif, bergerak setelah kerusakan parah. Ini seperti membiarkan sakit gigi ringan jadi infeksi besar yang akhirnya butuh operasi,” tegasnya.
Ia menyarankan Pemko Pematangsiantar menyusun rencana pemeliharaan aset jangka panjang dengan anggaran rutin agar efisiensi tercapai dan dana publik lebih tepat sasaran.(Putra Purba)