Jakarta – Perseteruan antara Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dengan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait penelitian “Polemik Ivermectin: Berburu Rente di Tengah Krisis” yang dilansir pertengahan Juli 2021 lalu, terus bergulir.
Moeldoko melalui kuasa hukumnya kembali melayangkan somasi kepada ICW pada 20 Agustus 2021. Ini somasi ketiga dalam kurun waktu sebulan ini. Intinya Moeldoko keberatan dengan hasil penelitian ICW yang dinilai menodai nama baiknya.
Koalisi Masyarakat Sipil yang merupakan gabungan dari sederet ornop di Tanah Air pun angkat bicara dengan sikap Moeldoko tersebut.
Dalam rilis yang diterima melalui Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu, Sabtu (21/8/2021), ditegaskan bahwa ICW bersama dengan kuasa hukum telah membalas dua surat teguran sebelumnya.
Bahkan, surat balasan ke dua, ICW tidak hanya mengirimkan ke pihak Moeldoko, namun juga ke Presiden Joko Widodo. Bagi ICW, persoalan ini penting untuk diketahui presiden karena terkait langsung dengan tindakan seorang pejabat publik.
Menurut Koalisi, penting untuk dijelaskan bahwa penelitian yang dihasilkan ICW menggunakan metode ilmiah dan didasarkan pula dengan data maupun fakta.
“Keliru jika kemudian ada pihak-pihak yang berupaya mendelegitimasi suatu produk penelitian tanpa dasar argumentasi ilmiah,” kata Erasmus.
Selain itu, penelitian yang berkaitan dengan potensi korupsi pada masa pandemi juga bukan kali ini saja ICW keluarkan. Setidaknya lebih dari sepuluh produk penelitian telah disampaikan secara terbuka kepada masyarakat.
Dengan dasar ini, koalisi menilai tudingan adanya motif politik oleh sejumlah pihak tidak terbukti.
“ICW sebagai organisasi masyarakat sipil memiliki kewajiban untuk mengawasi jalannya proses pemerintahan guna memastikan penyelenggaraan negara terbebas dari praktik korupsi, kolusi, maupun nepotisme,” tukas Erasmus lagi.
Penelitian yang dilakukan ICW berdasarkan fakta dan data yang bisa dipertanggungjawabkan
Menurut koalisi, somasi yang dilayangkan Moeldoko setidaknya berisi dua poin besar. Pertama, meminta agar ICW dapat memberikan bukti keterlibatan Moeldoko dalam perburuan rente di tengah peredaran Ivermectin dan ekspor beras.
Siaran pers yang diunggah ICW ke laman website www.antikorupsi.org, diklaim tidak pernah menuding Moeldoko mencari untung dalam peredaran Ivermectin. Dokumen ICW menyebutkan kata “indikasi”.
“Maka dari itu, tuduhan pencemaran nama baik terlalu berlebihan dan tafsir subjektif Moeldoko semata,” terangnya Eras mewakili koalisi.
Secara umum, poin yang ingin ICW tegaskan kata dia, dalam penelitian itu sebenarnya menyasar pada indikasi konflik kepentingan pejabat publik di balik peredaran Ivermectin.
Berdasarkan penelusuran ICW, Moeldoko diketahui sempat memberikan arahan kepada Sofia Koswara yang juga Wakil Presiden PT Harsen Laboratories, agar surat izin edar Ivermectin diurus sehingga kemudian bisa diproduksi di Indonesia.
Pada waktu yang sama, berdasarkan dokumen akta perusahaan, ICW menemukan bahwa Sofia dengan anak Moeldoko ternyata memiliki saham di PT Noorpay Nusantara Perkasa.
Tidak hanya itu, awal Juni 2021 diketahui Moeldoko sebagai Ketua Himpunan Kerukunan Tani menjalin bekerja sama dengan PT Harsen Laboratories untuk memberikan bantuan 2.500 dosis Ivermectin kepada Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Timbul pertanyaan, yang mestinya dapat dijawab, yakni apakah dorongan agar surat izin edar Ivermectin kepada Sofia didasarkan atas kedekatan anak Moeldoko dengan Wakil Presiden PT Harsen tersebut.
“Selain itu, apa argumentasi logis yang dapat membenarkan kegiatan donasi Ivermectin oleh HKTI dan PT Harsen Laboratories ke Pemerintah Kabupaten Kudus di tengah uji klinis belum selesai dilakukan BPOM?” tandas Eras.
Untuk ekspor beras sendiri, ICW dikatakannya sudah berulang kali melakukan klarifikasi terkait kerja sama yang dimaksud adalah kerja sama pelatihan petani.
Apabila ditelusuri, dokumen resmi lembaga yang dicantumkan dalam laman website ICW menjelaskan “sejak tahun 2019, PT Noorpay Nusantara Perkara, perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh Sofia Koswara, menjalin hubungan kerjasama dengan HKTI terkait program pelatihan petani di Thailand”.
Tidak hanya itu bahkan, beberapa diskusi publik yang dihadiri Staf ICW dan disiarkan melalui televisi, juga mengklarifikasi hal tersebut. ICW meminta kuasa hukum Moeldoko agar fokus ke persoalan utama penelitian ICW, dan tidak perlu berbicara mengenai impor beras yang dapat mengaburkan temuan utama dari penelitian ICW ini.
Terkait rencana pelaporan staf ICW ke pihak Kepolisian atas dasar melakukan pencemaran nama baik terhadap Moeldoko menggunakan UU ITE, koalisi menyebut bahwa merujuk pada SKB 3 Kementerian/Lembaga terkait pedoman UU ITE, maka tidak dapat dipidana apabila konten atau informasi yang dirujuk merupakan suatu penilaian, pendapat, hasil evaluasi, atau kenyataan.
“Penelitian yang dilakukan ICW berdasarkan fakta dan data yang bisa dipertanggungjawabkan, didasarkan pada teori mengenai konflik kepentingan/rent-seeking yang sudah menjadi rujukan di berbagai penelitian, termasuk yang beberapa kali dilakukan ICW, sehingga, bagi ICW, baiknya hasil penelitian ini dijawab oleh yang bersangkutan sebagai bagian tanggung jawab seorang pejabat publik,” terangnya.
Ditegaskannya, penelitian yang dilakukan ICW dilakukan atas dasar kepentingan umum, sebagaimana tercantum dalam Pasal 310 Ayat (3) KUHP.
Dalam kondisi ini, tidak ada niat untuk menyerang kehormatan atau nama baik seseorang. Penelitian ditujukan untuk menghidupkan ruang kritik dan pengawasan pada tindakan pejabat publik.
“Hal ini yang jelas berhubungan dengan kepentingan masyarakat, sangat disayangkan bila peran serta masyarakat ini, dijawab dengan laporan pidana oleh seorang pejabat negara,” ujarnya. []