Kebijakan setoran deposit 54 persen bagi juru parkir di Pematangsiantar menuai reaksi. Dishub klaim untuk menekan tunggakan PAD, pengamat minta pendekatan humanis.
Pematangsiantar|Simantab – Kebijakan baru Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Pematangsiantar yang mewajibkan juru parkir (jukir) menyetor deposit awal sebesar 54 persen dari potensi pendapatan bulanan menimbulkan beragam reaksi di lapangan. Langkah ini diklaim sebagai upaya mempercepat realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi parkir yang masih jauh dari target.
Kebijakan tersebut tertuang dalam surat bernomor 017/000.1.11/1027/XI-2025, tertanggal 6 November 2025, yang ditandatangani Sekretaris Daerah Junaedi Antonius Sitanggang atas nama Wali Kota Pematangsiantar. Dalam surat itu ditegaskan bahwa setoran wajib dilakukan paling lambat tanggal 15 setiap bulan melalui rekening resmi Bendahara Penerimaan Dishub di Bank Sumut.
Kepala Seksi Terminal, Parkir, dan Perlengkapan Jalan Dishub Kota Pematangsiantar, Muhammad Sofiyan Harianja, menjelaskan bahwa sistem deposit diberlakukan untuk menertibkan pembayaran dan memastikan bagian PAD disetor tepat waktu.

“Sebelumnya jukir diminta setor harian, tapi itu tidak efisien karena bisa mengganggu waktu kerja. Kini cukup dua minggu sekali dengan target setoran 54 persen dari potensi pendapatan,” kata Sofiyan, Senin (10/11/2025).
Ia menuturkan, angka 54 persen itu merupakan porsi pemerintah daerah dari pembagian hasil retribusi parkir, sementara 46 persen menjadi hak jukir. Dengan setoran awal tersebut, pihak Dishub memastikan PAD aman sejak awal bulan.
“Kami ingin mencegah tunggakan. Selama ini sering uang retribusi terpakai dulu, jadi di akhir bulan tidak ada yang masuk kas daerah,” ujarnya.
Dishub, lanjut Sofiyan, tetap memberi ruang evaluasi bagi jukir yang bertugas di lokasi sepi. “Kalau potensinya kecil, tentu bisa dikaji ulang. Tapi prinsipnya, semua jukir harus disiplin menyetor,” katanya.
Dari target PAD parkir tahun 2025 sebesar Rp18 miliar, realisasi hingga awal November baru sekitar Rp6 miliar atau 30 persen. Dishub berharap kebijakan ini mempercepat capaian tersebut.
Keluhan di Lapangan: Sosialisasi Minim, Beban Besar
Salah satu juru parkir, Ester Pasaribu (40), mengaku baru mengetahui kebijakan tersebut beberapa hari sebelum batas waktu setoran.
“Kami baru dapat surat pemberitahuan, jadi belum sempat setor. Rencananya tanggal 15 nanti,” katanya saat ditemui di kawasan Jalan Cipto.
Ester menyebut, dari potensi pendapatan sekitar Rp4,8 juta per bulan, ia harus menyetor Rp2,59 juta sebagai deposit awal. “Kalau di tempat ramai mungkin mudah, tapi di lokasi saya ini, kadang sehari cuma dapat belasan ribu. Jadi ya berat juga,” ujarnya.
Ia mengaku setoran dua minggu sekali memang lebih praktis, tetapi berharap Dishub memberi penjelasan lebih terbuka. “Kami ikut saja aturan, asal adil dan tidak mendadak. Sosialisasi harus lebih jelas,” imbuhnya.
Pengamat: Perlu Sentuhan Sosial dan Data Lapangan
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Sumatera Utara (USU), Tunggul Sihombing, menilai kebijakan tersebut dapat meningkatkan kedisiplinan dan arus kas PAD, namun berpotensi menekan jukir di lokasi berpendapatan kecil.
“Konsep deposit itu wajar, tapi angka 54 persen tidak bisa disamaratakan. Setiap lokasi punya potensi berbeda. Pemkot sebaiknya membuat kategori wilayah—kelas A, B, dan C—dengan skema setoran yang proporsional,” jelasnya.
Ia juga mendorong penerapan sistem pembayaran bertahap dua kali sebulan serta penggunaan sistem digital agar transparansi lebih terjamin.
“Kebijakan publik tidak cukup hanya menuntut kewajiban. Pemerintah juga wajib memastikan keadilan dan perlindungan bagi pekerja lapangan. Pendampingan dan evaluasi berkala sangat diperlukan,” ujarnya menegaskan.
Menurut Tunggul, tujuan utama dari kebijakan parkir seharusnya bukan hanya meningkatkan PAD, tetapi juga menertibkan sistem dan memperjelas tanggung jawab antar pihak. “Pendekatan humanis tetap harus jadi dasar. Jika tidak, niat baik bisa berubah jadi beban sosial,” pungkasnya.(Putra Purba)






