
Relokasi SMA Negeri 5 Pematangsiantar dikejar waktu di tengah putusan pengadilan. Tekanan politik, kelemahan tata kelola aset, dan tuntutan masyarakat membuat pemerintah harus segera mengambil keputusan strategis.
Pematangsiantar|Simantab – Setelah bertahun-tahun tanpa kepastian, rencana relokasi SMA Negeri 5 Pematangsiantar akhirnya mulai menunjukkan arah jelas. Dukungan politik, penetapan anggaran, dan keputusan strategis kini menjadi faktor penentu yang harus dipenuhi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Namun di balik optimisme tersebut, persoalan administrasi, tata kelola aset, dan perencanaan pendidikan saling terkait dan menimbulkan tantangan besar.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VI, August Sinaga, mengatakan percepatan relokasi terjadi akibat tekanan politik yang semakin kuat di DPRD Sumut. “Keyakinan kita semakin besar. Ketua Komisi E berasal dari Fraksi Gerindra, dan pembahasan di Badan Anggaran sudah mengarah pada penyelesaian relokasi,” ujarnya, Kamis (4/12/2025).
August juga mengakui bahwa kelemahan verifikasi aset menjadi sumber masalah. Saat kewenangan SMA dialihkan ke provinsi, status tanah tidak diverifikasi secara benar. “Seharusnya ada audit lebih ketat. Kelemahan prosedur ini yang akhirnya berujung pada sengketa panjang dan biaya besar,” ujarnya.
Ia memastikan rencana pembangunan baru akan berdiri di lahan lebih dari satu hektare dengan gedung bertingkat, sebagai bentuk modernisasi fasilitas sekolah. Namun ia mengingatkan bahwa stabilitas sosial tetap menjadi faktor penting agar relokasi berjalan tanpa gesekan. “Semua pihak perlu menahan diri agar proses berjalan lancar,” tambahnya.
Zonasi dan Akses Siswa Jadi Pertimbangan Utama
Kepala SMA Negeri 5 Pematangsiantar, Rahmat Nasution, menilai relokasi tidak hanya soal teknis pembangunan, tetapi juga menyangkut kondisi psikologis dan sosial siswa. “Lokasi jangan terlalu jauh dari sekolah saat ini. Zonasi harus dijaga agar anak-anak tidak terdampak secara sosial maupun biaya transportasi,” ujarnya, Kamis (4/12/2025).
Ia menegaskan relokasi tidak boleh mengubah masalah sengketa lahan menjadi hambatan baru bagi akses pendidikan.
Di sisi lain, Perwakilan Masyarakat Peduli Pendidikan Sumut, Indra Simarmata, menilai pemerintah harus mempercepat langkah. Ia menyebut pemerintah tidak bisa terus beralasan soal anggaran sementara proses hukum telah selesai. “Pendidikan tidak boleh menjadi korban kelambanan birokrasi,” ujarnya, Jumat (4/12/2025). Menurutnya, Januari 2026 menjadi batas moral. Jika tidak ada langkah konkret sebelum itu, kepercayaan publik bisa kembali runtuh.
Pemerintah Diminta Bergerak Cepat, Bukan Cari Alasan
Anggota Komisi E DPRD Sumut, Dameria Pangaribuan, melihat persoalan ini sebagai gambaran lemahnya tata kelola aset pendidikan di Sumut. Ia menilai relokasi harus menjadi momentum reformasi, bukan hanya solusi cepat. “Jika relokasi dilakukan tanpa evaluasi sistemik, kita hanya mengulang kesalahan yang sama,” ujarnya, Kamis (4/12/2025).
Dameria menegaskan DPRD harus mengawasi agar anggaran pembebasan lahan dan pembangunan tidak menjadi celah penyimpangan. Ia menilai banyak lahan kosong di sekitar sekolah yang bisa dibeli pemerintah. “Masalah ini harus segera diselesaikan. Jika lahan yang ada tidak bisa dipakai, pemerintah harus cepat mencari lokasi baru yang layak,” tegasnya.
Menurutnya, kecepatan pemerintah mengidentifikasi lokasi alternatif akan menjadi indikator nyata keseriusan dalam menyelesaikan persoalan yang telah membebani sekolah, guru, dan siswa selama bertahun-tahun. “Kita tidak kekurangan opsi. Yang kurang adalah kemauan untuk bergerak cepat,” ujarnya.
Di tengah semua dinamika ini, putusan pengadilan menjadi tekanan besar. PN Pematangsiantar memerintahkan pemerintah membayar ganti rugi Rp40,7 miliar kepada keluarga pemilik lahan. Jika tidak dipenuhi, aktivitas belajar mengajar harus dihentikan. Putusan Pengadilan Tinggi Medan menguatkan hal tersebut, sementara kasasi di Mahkamah Agung belum mencapai titik akhir.
Relokasi SMA Negeri 5 bukan lagi proyek fisik semata. Ia menjadi ujian integritas pemerintah, kedewasaan politik, kualitas perencanaan, dan komitmen menjaga hak pendidikan warga. Tahun 2026 kini menjadi penanda apakah Sumatera Utara mampu belajar dari kesalahan masa lalu.(Putra Purba)






