Polemik status Sekda Pematangsiantar mencuat setelah pelantikan 20 pejabat eselon II dipimpin Junaedi Sitanggang. Minimnya penjelasan BKPSDM memicu pertanyaan soal keabsahan administrasi.
Pematangsiantar|Simantab – Status jabatan Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pematangsiantar menjadi bahan perbincangan publik setelah Junaedi Sitanggang memimpin pelantikan 20 Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dan satu Kepala Puskesmas Singosari di Ruang Serbaguna pada Rabu (19/11/2025).
Pertanyaan muncul karena beredar informasi bahwa hingga hari pelantikan, Junaedi belum menerima pengukuhan ulang sebagai Sekda setelah mengikuti uji kompetensi atau jobfit, sebagaimana tercantum dalam surat pengumuman bernomor 004/PSNUK-JPTP/X/2025. Bahkan, isu lain menyebut rekomendasi Kementerian Dalam Negeri dan surat pengantar Badan Kepegawaian Negara untuk pengukuhan belum diterbitkan.
Di sisi lain, lima pejabat eselon II yang ikut jobfit sudah dikukuhkan kembali ke jabatan definitif, seperti Sofian Purba sebagai Kepala Dinas PUTR, Johannes Sihombing sebagai Kepala Dinas Kominfo, Herbet Aruan sebagai Kepala Dinas Koperasi UKM dan Perdagangan, serta Timbul Hamonangan Simanjuntak sebagai Kepala BKPSDM.
Situasi ini menimbulkan spekulasi bahwa pelantikan tersebut berpotensi cacat administrasi. Sebagian masyarakat menilai pelantikan pejabat eselon II seharusnya dipimpin Wali Kota atau pejabat yang secara sah menerima delegasi kewenangan, misalnya Wakil Wali Kota. Namun pada hari pelantikan, Junaedi justru hadir sebagai pemimpin pengucapan sumpah jabatan.
BKPSDM Bungkam, Publik Bertanya-tanya
Kepala BKPSDM Pematangsiantar, Timbul Hamonangan Simanjuntak, tidak memberikan penjelasan rinci ketika dimintai konfirmasi mengenai dokumen pengukuhan ulang Sekda. Ia hanya menjawab singkat bahwa proses sudah dilaksanakan sesuai prosedur.
Minimnya penjelasan inilah yang memicu ketidakpastian publik mengenai keabsahan administrasi pelantikan.
Pendapat Pengamat
Pengamat pemerintahan dari FISIP Universitas Sumatera Utara, Yurial Arief Lubis, menegaskan bahwa jobfit tidak mengakhiri jabatan seorang pejabat. Jobfit hanya memberikan rekomendasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian mengenai kelayakan pejabat mempertahankan atau mengubah jabatannya.
Menurutnya, selama tidak ada surat keputusan pemberhentian atau pengangkatan jabatan baru, Sekda yang mengikuti jobfit tetap berstatus definitif. Ia menyatakan bahwa kewenangan melantik berada pada Wali Kota, tetapi dapat didelegasikan kepada Sekda melalui dokumen resmi.
Pelantikan baru dapat dinilai tidak sah apabila Sekda sudah diberhentikan dari jabatan namun tetap melantik, atau apabila Sekda hanya berstatus pelaksana tugas tanpa delegasi tertulis.
Yurial menilai persoalan ini berisiko menimbulkan area abu-abu dalam tata kelola pemerintahan. Risiko itu muncul ketika informasi resmi dari BKPSDM tidak disampaikan secara terbuka, sehingga memicu keraguan publik.
Ia menambahkan bahwa keraguan publik muncul bukan karena mereka salah memahami aturan, melainkan karena tidak memperoleh penjelasan otoritatif dari institusi teknis yang seharusnya memberikan klarifikasi.
Tantangan Pemerintahan Daerah
Yurial menegaskan bahwa persoalan ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah daerah dalam menjaga transparansi mutasi jabatan dan memastikan legitimasi administrasi tetap terjaga.
Menurutnya, keraguan publik dapat dihindari jika komunikasi administratif dilakukan secara terbuka. Diamnya institusi teknis justru dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses birokrasi itu sendiri.(Putra Purba)







