Tahap wawancara job fit bagi 23 pejabat eselon II Pemko Pematangsiantar rampung. Publik menanti bukti bahwa jabatan ditentukan oleh kompetensi, bukan koneksi atau titipan.
Pematangsiantar|Simantab – Tahapan akhir proses uji kelayakan (job fit) bagi pejabat Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) atau eselon II di lingkungan Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar telah rampung. Tahap wawancara para pejabat berlangsung tanpa riuh, namun menyisakan harapan besar: jabatan ditentukan oleh kompetensi, bukan koneksi.
Ketua Panitia Seleksi (Pansel), Heri Kusmanto, menyampaikan seluruh proses berjalan sesuai prosedur dan aturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
“Sekarang prosesnya tinggal rekap data secara sistem dan pengecekan manual agar tidak ada kesalahan. Prinsipnya check and recheck,” ujar Heri, Selasa (21/10/2025).

Ia menambahkan, seluruh hasil uji kelayakan disusun berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah disahkan pemerintah pusat melalui persetujuan teknis (pertek). Dokumen hasil akhir kini telah diserahkan ke Wali Kota Pematangsiantar melalui penyerahan resmi dari pihak FISIP Universitas Sumatera Utara (USU) selaku pelaksana seleksi.
“Wali kota menyerahkan sepenuhnya kepada Pansel tanpa ada titipan atau intervensi. Kami bekerja objektif, independen, dan profesional,” tegasnya.
Proses job fit ini diikuti oleh 23 pejabat eselon II yang dinilai dari berbagai aspek kompetensi dan kesesuaian jabatan.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Pematangsiantar, Timbul Simanjuntak, menegaskan hasil akhir kini berada di tangan wali kota untuk ditindaklanjuti.
“Belum ada hasilnya di kami, karena dokumen langsung diserahkan Pansel ke wali kota,” ujarnya, Rabu (22/10/2025).
Tantangan Lama: Politisasi Birokrasi dan Pola “Business as Usual”
Menurut Ketua Pusat Studi Kebijakan Publik dan Politik (PUSTAKA) Universitas HKBP Nommensen Pematangsiantar, Rindu Erwin Marpaung, pelaksanaan uji kelayakan layak diapresiasi. Namun, reformasi birokrasi tidak boleh berhenti di seleksi administratif.
“Pemko Siantar perlu mengubah paradigma dalam penempatan pejabat publik. Kepala daerah baru harus meninggalkan pola business as usual — mengangkat pejabat karena kedekatan politik, balas jasa, atau faktor logistik,” kata Rindu.
Ia mengingatkan, politisasi birokrasi masih menjadi masalah klasik di banyak daerah, ketika pejabat diangkat bukan karena kemampuan, melainkan loyalitas politik.
“Jika pejabat ditempatkan tidak sesuai keahliannya, dampaknya serius: kinerja terganggu, komunikasi tidak efektif, dan potensi konflik meningkat,” ujarnya.
Rindu menegaskan, penempatan pejabat seharusnya mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
“Bila aparatur yang menempati posisi kunci tidak memiliki kapasitas, maka target pembangunan bisa meleset jauh,” katanya.
Meritokrasi dan Manajemen Talenta ASN
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, prinsip meritokrasi menjadi roh reformasi birokrasi. Sistem ini menilai ASN berdasarkan kompetensi, kinerja, dan prestasi.
“Meritokrasi memberi kesempatan bagi yang berprestasi untuk memimpin, bukan karena koneksi politik,” jelas Rindu.
Ia menekankan pentingnya manajemen talenta ASN — sistem pengelolaan karier berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, mulai dari perencanaan hingga pengembangan kompetensi.
“Tanpa merit system, manajemen talenta hanya menjadi formalitas dan rawan digunakan untuk kepentingan politik,” ujarnya.
Menurutnya, tiga aspek utama yang harus diprioritaskan kepala daerah adalah kompetensi teknis, integritas moral, dan kemampuan bekerja lintas sektor.
Harapan Publik pada Wali Kota
Rindu berharap wali kota menindaklanjuti hasil job fit secara transparan dan berbasis data.
“Kebijakan publik seharusnya lahir dari kebutuhan nyata masyarakat, bukan dari kepentingan politik,” tuturnya.
Kini publik menanti langkah Wali Kota Pematangsiantar selanjutnya — apakah hasil job fit menjadi awal baru bagi birokrasi yang profesional dan meritokratik, atau sekadar formalitas dalam siklus mutasi tahunan.
“Manajemen talenta ASN itu mencakup perencanaan, pengembangan kompetensi, dan kompensasi berbasis kinerja,” pungkasnya.(Putra Purba)