Aksi kejahatan jalanan ini semakin meresahkan masyarakat, terutama kalangan perempuan pekerja yang mengandalkan sepeda motor sebagai alat mobilitas utama.
Pematangsiantar|Simantab – Kota Pematangsiantar, yang selama ini dikenal sebagai kota multikultural nan harmonis, kini dibayangi rasa takut akibat maraknya aksi penjambretan yang makin nekat terjadi bahkan di siang bolong.
Aksi kejahatan jalanan ini semakin meresahkan masyarakat, terutama kalangan perempuan pekerja yang mengandalkan sepeda motor sebagai alat mobilitas utama. Ironisnya, puncak kecemasan publik terjadi saat seorang korban tewas dalam aksi penjambretan brutal pada Senin, 9 Juni 2025.
Peristiwa tersebut bukan insiden tunggal, melainkan bagian dari rangkaian kejadian serupa yang makin sering menghantui kota ini dalam beberapa waktu terakhir.
PIKI dan Akademisi Soroti Lemahnya Tindakan Kepolisian
Ketua DPC Persatuan Inteligensia Kristen Indonesia (PIKI) Pematangsiantar, Basrin A Nababan, mengaku sangat prihatin. Ia menilai meningkatnya kasus penjambretan, perampokan, dan pencurian menjadi indikator jelas bahwa Kota Pematangsiantar semakin tidak nyaman untuk dihuni.
“Seringnya kejadian seperti ini menunjukkan bahwa indikator kinerja kepolisian patut dipertanyakan,” tegas Basrin, Kamis (12/06/2025).
Menurutnya, masyarakat memiliki hak untuk hidup dan beraktivitas tanpa ketakutan. Ia mendesak aparat penegak hukum, khususnya Polres Pematangsiantar, untuk tidak hanya mengandalkan patroli biasa, tapi juga membongkar jaringan kejahatan secara menyeluruh.
“Tindak pelaku, tapi juga usut para penadah barang curian. Jika mata rantai pasarnya diputus, pelaku akan kehilangan motivasi,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya pendekatan strategis dan preventif agar angka kriminalitas bisa ditekan secara jangka panjang.
Dorongan Patroli 24 Jam dan Peran Aktif Bhabinkamtibmas
Praktisi hukum dari Universitas Simalungun (USI), Charles Gultom, menyuarakan desakan serupa. Ia mendorong agar patroli keamanan dilakukan secara intensif selama 24 jam oleh masing-masing Polsek di wilayah hukum Polres Pematangsiantar.
“Polsek punya fasilitas dan personel yang cukup. Patroli bisa digilir berdasarkan jam piket petugas,” ujar Charles.
Ia mengingatkan, kelonggaran dalam pengawasan akan berdampak langsung pada produktivitas warga, terutama kalangan ibu rumah tangga dan pekerja yang menggunakan motor ke tempat kerja.
“Masyarakat wajib mencari nafkah, tapi mereka kini dihantui kecemasan setiap hari. Ini tak bisa dibiarkan,” katanya.
Lebih lanjut, Charles juga menekankan pentingnya mengaktifkan kembali peran Bhabinkamtibmas untuk menyosialisasikan kewaspadaan di lingkungan kelurahan dan perumahan.
“Tidak ada yang kebal. Baik perempuan maupun laki-laki bisa menjadi korban. Sosialisasi pencegahan harus digiatkan,” ujarnya.
Ia menegaskan, jika kejahatan terus berulang, maka bisa diduga kuat bahwa ada kelalaian dalam pelaksanaan tugas kepolisian.
“Kalau kejahatan makin sering, berarti tugas kepolisian tidak dijalankan sebagaimana mestinya,” tandasnya.
Masyarakat Menanti Aksi Nyata, Bukan Janji
Dengan meningkatnya keresahan publik, warga Pematangsiantar kini menantikan langkah konkret dari Polres – bukan sekadar imbauan atau janji penindakan.
“Kami ingin kota ini kembali aman. Tempat anak-anak bisa bermain tanpa takut, orang tua belanja tanpa cemas, dan warga pulang malam tanpa waswas,” ujar Basrin.
Ia mengingatkan, bila aparat terus lambat bertindak, bukan tidak mungkin Pematangsiantar akan dikenal bukan karena keindahan dan budayanya, melainkan sebagai kota dengan angka kriminalitas yang tak terkendali.
Hingga berita ini diturunkan, Kapolres Pematangsiantar, AKBP Sah Udur Sitinjak, belum memberikan respons atas permintaan wawancara. Pesan dan sambungan telepon yang dikirimkan redaksi belum dijawab.(putra purba)