Greenpeace sebuah Non Goverment Organisation dunia sedang menggagas kampanye di Indonesia. Kehadiran kepala negara di Indonesia dalam rangka KTT G-20 di Bali adalah peluang penyampaian aspirasi yang sangat efektif.
Sebulan terakhir aktivis Greenpeace Indosia menyampaikan gagasannya tentang krisis iklim dunia.
Greenpeace Indonesia melakukan touring Indonesia dengan bersepeda. Namun perjalanan kampanye dengan tajuk Chasing the Shadow memulai perjalanan di Jakarta dan akan berakhir di Bali mengalami intimidasi.
Rombongan aktivis ini selalu diikuti oleh sekumpulan aparat dan melakukan lobi lobi supaya kegiatan tersebut dihentikan.
Dalam perjalanan mereka hingga ke Rembang, aktivis Greenpeace secara ketat diawasi oleh aparat keamanan yang kerap mengikuti aktivitas tim dan juga menanyai mereka terkait anggota tim, agenda, hingga kegiatan mereka. Bahkan, aparat keamanan pun berjaga di lokasi penginapan tim di Pati. Aktivitas mereka pun kerap didokumentasikan oleh aparat keamanan maupun orang-orang yang tidak dikenal.
Pada tanggal 1 November, tim mendapat kabar bahwa salah satu mobil mereka ditabrak hingga lampu sisi depan kanan mobil rusak parah. Saksi mata menyebut bahwa yang menabrak adalah motor berplat merah.
Anggota tim juga dilarang untuk mendekati area tambang di Kendeng oleh aparat dan karyawan pada tanggal 2 November.
Terjadi intimidasi terhadap tim pesepeda hingga tim memutuskan untuk turun. Dalam perjalanan, mereka masih diawasi dan mobil mereka pun diikuti. Tim pun membatalkan rencana untuk beristirahat di Tuban dan menyewa mobil tambahan untuk membawa semua tim pesepeda ke Surabaya.
Gerak-gerik tim Greenpeace terus dipantau oleh orang-orang yang diduga intel hingga anggota tim berada di penginapan di Surabaya.
Pihak kepolisian juga mempersulit izin untuk acara yang akan diadakan di Surabaya. Tim harus membuat surat pernyataan bebas narkoba dan miras, dan aparat menanyakan hal-hal terkait film yang akan diputar saat acara hingga lokasi menginap para narasumber diskusi. Aparat meminta agar intel diberi akses masuk tanpa seragam.
Serangan teror berlanjut pada tanggal 5 November, di mana salah satu mobil yang digunakan oleh tim ditabrak oleh motor yang dikendarai dua orang tidak dikenal. Setidaknya akun WhatsApp empat aktivis diduga diretas dan dicoba diambil alih pada tanggal 5-6 November.
Pada tanggal 7 November, anggota ormas yang mengaku sebagai perwakilan masyarakat Probolinggo mendatangi tim saat sedang makan siang. Tim Greenpeace dilarang menginap di Probolinggo dan tim dokumentasi sempat dihadang ketika memasuki penginapan.
Salah satu mobil mereka pun diduga digembosi. Anggota ormas mendatangi tim dan melakukan demo, memaksa Greenpeace untuk membuat surat pernyataan untuk tidak melakukan aktivitas kampanye apapun selama KTT G20 berlangsung di Bali.
Menurut catatan Amnesty International, sepanjang Januari 2019 hingga Mei 2022 ada setidaknya 328 kasus serangan terhadap pembela HAM dengan 834 korban, termasuk diantaranya intimidasi dan serangan fisik terhadap mereka yang membela hak atas lingkungan yang sehat.
Hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi sudah dijamin dan dilindungi di berbagai instrumen hukum. Secara internasional, hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan informasi dijamin di pasal 19 di Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU 12/2005, serta Komentar Umum No. 34 terhadap Pasal 19 ICCPR. Hak tersebut juga dijamin di Konstitusi Indonesia, yaitu Pasal 28E dan 28F UUD, serta pada Pasal 14 UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Sedangkan hak atas kebebasan berserikat dan berkumpul telah dijamin dalam Pasal 21 ICCPR serta Komentar Umum No. 37 atas Pasal 21 ICCPR. alam kerangka hukum nasional, Konstitusi Indonesia juga telah menjamin hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, yaitu dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945.
Indonesia telah memiliki landasan hukum yang mengakui pembela HAM, sebagaimana diatur dalam Pasal 28C Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan:
“Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.”
Esensi dari aturan tersebut sebenarnya sejalan dengan Deklarasi Pembela HAM yang diadopsi Majelis Umum PBB pada tahun 1998.
Selain itu, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat juga merupakan hak asasi manusia, sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 28 H Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Pasal 9 ayat (3) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.