Langkat, Isu yang terangkat bahwa diduga terdapat perbudakan di rumah Terbit Rencana Perangin angin, Bupati Langkat (non aktif) sejauh mana validasi informasi dimaksud?
Pemberitaan simantab dengan judul: Pers Indonesia, Berutang Maaf Kepada Bupati Langkat, menarik perhatian dari Hinca IP Pandjaitan, anggota Komisi III, pernah menjadi anggota dewan pers meminta simantab mempertanggungjawabkan liputannya dan membuktikan kebenarannya.
Tentu saja tantangan ini menambah semangat kru simantab, sehingga membangun komunikasi dengan tokoh tokoh masyarakat di raja tengah ini, untuk menjamin keamanan bagi kru dan lain lain karena berkembang isu bahwa warga anti pati dengan media massa.
Kamis petang, 27 Januari 2022 kru simantab mengikuti arah alur tol Tebing Binjai yang baru dibangun dan beroperasi semasa pemerintahan Jokowi.
Tol penghubung Tebing – Binjai ini berhasil mempersingkat perjalanan kami dari biasanya 5 jam hari ini menjadi sekitar 3 jam perjalanan.
Keluar pintu tol megawati di Binjai, kami beristirahat dan bersantai sejenak menikmati malam dan kesejukan malam yang mulai hadir menusuk tubuh.
Kami bergerak menuju desa namo ukur, Kabupaten Langkat Sumatera Utara. 15 belas menit mengarungi gelapnya malam, kami bertemu dengan Jasa Ginting tepatnya 2 KM setelah asrama Raider 100.
Lima belas menit kemudian di sisi kanan terlihat rumah megah dengan tembok tinggi, itu adalah rumah dari Terbit Rencana Perangin angin.
https://youtube.com/shorts/kM_DKbrpbXI?feature=share
Setelah itu, kru simantab nongkrong dengan warga di sekitar rumah pribadi Terbit Rencana Perangin angin.
Sembari nongkrong kru menggali informasi tentang eks Bupati Langkat ini. Terbit Rencana Perangin angin sering dipanggil ama warga dengan panggilan Bang Cana.
Bang Cana menurut warga sekitar adalah seorang yang sangat peduli kepada masyarakat sekitar desa raja tengah.
Ketika simantab menjelaskan maksud kedatangan untuk memverifikasi pemberitaan yang ada, ada semacam penolakan dari masyarakat.
“Itu fitnah, kalian wartawan ini membuat berita dan menggiring opini sesuka kalian”, ujar ginting
“Kalo urusan hukumnya dan politik, kami tak urusi, tetapi kalo niat baik ini, kalian sebut sebagai perbudakan, kalian salah besar”, kata ibu barus.
Kru simantab akhirnya ditengahi oleh Jasa Ginting (nara sumber awal) dengan menjelaskan kembali tentang tujuan simantab untuk menghasilkan pemberitaan yang berimbang.
Setelah memahami kehadiran kami di lokasi, akhirnya seorang ibu muda dengan menenteng “kampil” yang kami ketahui bernama Vita Ginting, memulai cerita tentang kerengkeng yang viral.
Kampil adalah dompet yang berisi sirih, kapur, gambir dan tembakau dll
Vita Ginting mengkoreksi sebutan kerengkeng yang kru simantab ajukan. Bang cana menyebut kamar binaan untuk kamarnya dan kompleks dibelakang disebutnya dengan sebutan Rumah Binaan.
Rumah binaan tersebut didirikan awalnya adalah untuk anak anak Pemuda Pancasila yang nakal dan pecandu narkoba. Sewaktu Bang Cana Ketua PP beliau memang anti narkoba, dibuatlah rumah binaan ini.
Rumah binaan Bang Cana ini sering tampil kok di youtube Kominfo Langkat dan sebenarnya sudah dibentuk pengelolanya dan dalam proses perijinan.
Menjelang pukul 23.00 Simantab ditawarkan oleh para warga untuk dibawa ke lokasi, Vita Ginting mengatakan gambar gambar di media itu, kasar kali bang. Terhina kali kami orang kampung ini bang, mau dimana kami tarok muka kami bang, kalo ada perbudakan dan kami diam, ujarnya menahan tangis
Kru simantab dipandu oleh satu orang warga, menyusuri kebon sawit dengan jarak 200 meter dari jalan raya.
https://youtube.com/shorts/WPyeV2Qb0z8?feature=share
Jalanan berbatu dan belum diaspal ini hingga sampai di rumah binaan. Kumpulan batu batu mangga teronggok dilokasi yang menurut penunjuk jalan akan digunakan untuk menembok bronjong.
Rencananya bangunan ini mau diperbesar bang, Karena memang sudah sangat rame yang mau dirawat
Situasi sekitar bangunan yang berjarak sekitar 100 meter dari belakang rumah Terbit Rencana Perangin angin. Antara rumah pribadi dan rumah binaan ini terdapat sebuah kolam ikan.
Ini adalah penampakan dari dekat Rumah Binaan tersebut:
Dilokasi inilah puluhan anak yang dibina dengan berbagai kegiatan kegiatan kemasyarakatan untuk menghentingan ketergantungannya dari narkoba.
Penasaran dengan situasi rumah binaan tersebut, Azahari Nasution, Ketua Baitul Muslimin Kota Pematang Siantar memasuki kamar binaan dan kaget karena didalam kamar beliau menemukan buku buku agama dan sajadah.
Rumah hunian ini berlantaikan keramik dan berdinding beton. Iseng iseng saya utarakan, kenapalah desainnya kayak jeruji besi, pengelola rumah binaan mengatakan kalo dinding bang tidak terlihat dari luar, mana tau berantam mereka bang tidak terlihat oleh pengelola.
Jeruji besi tersebut dibuat untuk memudahkan para warga binaan diawasi oleh pengelola.
Dan memang diluar jeruji besi tersebut terdapat kursi kursi pengelola.
Vita Ginting kembali menjelaskan bahwa setiap hari jumat, warga binaan akan diajak melakukan sholat jumat bersama ke mesjid di dekat lokasi tersebut. Bahkan setiap sore, sholat magrib bersama.
Apakah mungkin perbudakan dan membiarkan mereka sholat berjamaah? Mereka kalo mau lari gampang sekali kok bang, ujar Vita Ginting sambil membolak balik tembakau sirihnya.
Simantab juga mempertanyakan tentang kesehatan dari warga binaan, menurutnya bahwa warga binaan sering mendapat pemeriksaan kesehatan dari tenaga kesehatan kecamatan dan kabupaten.
Jika kita perhatikan maka tenaga kesehatan hadir langsung di lokasi yang disebut perbudakan itu, ujar Vita Ginting menunjukkan kekesalannya.
Sepulang dari rumah binaan ini, kru simantab kembali berbaur dengan masyarakat dan menceritakan tentang hasil pengamatan kami secara jujur.
Memberikan informasi juga tentang keberadaan juru warta yang hadir di lokasi yang menjalankan tugasnya serta memberitahukan jalur yang dapat ditempuh jika keberatan dengan pemberitaan yang dilakukan oleh perusahaan pers.
Jasa Ginting seorang warga sebelah yang dikenal juga oleh pemuka pemuka pemuda di desa sekitar bahkan menawarkan diri untuk menjadi guide jika ada wartawan yang mau meliput dengan berimbang.
Pernanden kuta (ibu ibu desa) desa raja tengah yang juga tumpah ruah di warkop seberang rumah Bang Cana ini juga menyadari bahwa sempat bersungut sungut kepada media massa yang meliput.
Terungkap juga sebuah fakta bahwa warga yang didominasi pernanden ini tidak pernah menghalangi aparat penegak hukum seperti KPK dan Kepolisian dalam menjalankan tugasnya.
Novitasari Bakti, pernanden yang suaminya pernah dibina di rumah binaan ini menyatakan penolakan terjadi karena warga tersinggung dengan berita yang menyebutnya sebagai sebuah perbudakan.
Sekitar pukul 24 kru, mengarungi perjalanan kembali menuju kota medan, terngiang sebuah pertanyaan, Apakah kami pers, sudah menghakimi sedemikian menyakitkannya?